Selamat Datang Di Blogger AHMADI unTUk bUMI.....

Mari Menatap Pagi.....
Seraya Berucap....
Selamat Pagi bUMI.....
Aku Ada Karena Kau Ada....

Wahai Calon Pemimpin Besar.... Bersahabatlah Engkau Dengan Malam Dan Siang..... Karena Apapun Yang Engkau Miliki hari Ini.... Tidak Akan Cukup Untuk Mengubah Dunia..... Apalagi Melukis Langit Dengan Indah.....


Catatan A. Umar Said

Bung Karno : “Sumbangan dan pengorbanan PKI besar sekali!”

Berikut di bawah ini disajikan cuplikan dari sebagian pidato Presiden
Sukarno di depan rapat umum Front Nasional di Istora Senayan Jakarta,
tanggal 13 Februari 1966... Pidatonya ini diucapkannya 4 bulan sesudah
terjadinya G30S, ketika Angkatan Darat di bawah pimpinan Suharto sudah mulai
secara besar-besaran membunuhi, atau menangkapi, atau menyiksa para pemimpin
PKI dan tokoh-tokoh berbagai organisasi masa (antara lain : buruh, tani,
nelayan, pegawai negeri, wanita, mahasiswa, pelajar, intelektual, seniman)
di seluruh Indonesia.

Agaknya, patut dicatat bahwa pidato Bung Karno di depan rapat umum Front
Nasional ini diucapkannya ketika golongan militer di bawah pimpinan
Suharto-Nasution sudah terang-terangan mulai melakukan “kudeta merangkak”
secara bertahap dan juga merongrong atau merusak kewibawaannya.

Cuplikan sebagian pidatonya ini, diambil dari buku “Revolusi Belum Selesai”
halaman 422, 423 , 424, dan 425 Buku “Revolusi Belum Selesai” tersebut
terdiri dari 2 jilid, dan berisi lebih dari 100 pidato-pidato Bung Karno,
yang diucapkannya di berbagai kesempatan sesudah terjadinya G30S sampai
pidatonya tentang Nawaksara 10 Januari 1967. Karena sesudah terjadinya G30S,
boleh dikatakan bahwa semua media massa (pers, majalah, TV dan radio )
dikuasai atau dikontrol keras Angkatan Darat, maka banyak sekali (atau
hampir semua) pidato-pidato Bung Karno di-black out atau diselewengkan atau
dimanipulasi. , sehingga tidak diketahui oleh umum secara selayaknya.

Isi buku “Revolusi belum selesai “ ini menyajikan berbagai hal penting yang
berkaitan dengan fikiran atau pandangan Bung Karno tentang perlunya
persatuan revolusioner bangsa Indonesia dalam mencapai masyarakat adil dan
makmur atau sosialisme à la Indonesia, menentang imperialisme AS, melawan
neo-kolonialisme dalam segala bentuknya, menjaga persatuan bangsa dan
kesatuan Republik Indonesia dan juga mengenai G30S. Karena itu, di samping
buku “Di bawah Bendera Revolusi” yang juga merupakan kumpulan tulisan dan
pidato-pidatonya selama perjuangannya sejak muda, maka buku “Revolusi Belum
Selesai” merupakan dokumen sejarah Indonesia yang amat penting untuk
dijadikan khasanah bangsa Indonesia.

Mengingat pentingnya berbagai isi buku “Revolusi belum selesai” ini untuk
mengenal lebih jauh dan lebih dalam lagi gagasan atau ajaran Bung Karno,
maka website http://kontak. club.fr/index. htm akan sesering mungkin
menyajikan cuplikan-cuplikanny a. Kali ini disajikan pendapat Bung Karno
mengenai sumbangan atau jasa-jasa PKI dalam perjuangan bangsa Indonesia
untuk mencapai kemerdekaan. Apa yang diungkapkannya secara tegas, jujur,
dan terang-terangan tentang PKI, merupakan hal-hal yang patut menjadi
renungan kita bersama.

Penghargaan Bung Karno terhadap perjuangan PKI mempunyai bobot penting dan
besar sekali. dalam sejarah perjuangan bangsa. Karena, penghargaan ini
datang dari seorang bapak besar bangsa, yang dalam sepanjang hidupnya telah
membuktikan diri dengan jelas sebagai seorang pemimpin nasionalis, yang
juga muslim dan sekaligus marxis. Sangatlah besar artinya, ketika ia
mengatakan bahwa sumbangan PKI dalam perjuangan untuk kemerdekaan adalah
paling besar

dibandingkan dengan partai-partai atau golongan yang mana pun, bahkan
termasuk PNI yang telah ia dirikan sendiri.

Apa yang dikatakan Bung Karno ini amat penting untuk diketahui oleh rakyat
Indonesia berikut generasi yang akan datang. Karena, selama lebih dari 40
tahun masalah PKI ini dipakai oleh Suharto bersama jenderal-jenderalny a
sebagai alat untuk menjatuhkan kekuasaan dan kewibawaan Bung Karno dan
menghancurkan kekuatan kiri atau revolusioner yang mendukung politiknya.
Racun yang disebarkan oleh rejim militer Orde Baru secara terus-menerus,
intensif, luas, dan menyeluruh ini, sampai sekarang masih bisa mempengaruhi
fikiran sebagian masyarakat kita.Salah satu buktinya ialah apa yang
disiarkan oleh koran Duta Masyarakat tanggal 18 dan 19 Januari 2009. (Harap
para pembaca menyimak ucapan-ucapan Asisten Intelijen Kasdam I/Bukit
Barisan, Kolonel (Inf) Arminson, dalam tulisan di harian tersebut yang
berjudul “Lewat kaos, parpol hingga film).

Cuplikan sebagian pidato Bung Karno mengenai PKI ini menunjukkan betapa
besar dan jauhnya gagasan atau idam-idamannya tentang persatuan revolusioner
yang dirumuskannya dalam konsep Nasakom. Ini terasa lebih penting dan
menonjol sekali, kalau kita ingat bahwa pidatonya ini diucapkannya (dalam
bulan Februari 1966) ketika Suharto bersama jenderal-jenderalny a sudah
melakukan berbagai langkah besar-besaran untuk menghancurkan PKI.

Cuplikan dari pidato Bung Karno :

(Catatan : teks cuplikan pidato ini diambil oleh penyusun buku “Revolusi
belum selesai” dari Arsip Negara, dan disajikan seperti aslinya.
Kelihatannya, pidato Bung Karno ini diucapkannya tanpa teks tertulis,
seperti halnya banyak pidato-pidatonya yang lain yang juga tanpa teks
tertulis).

“Nah ini saudara-saudara, sejak dari saya umur 25 tahun, saya sudah bekerja
mati-matian untuk samenbundeling (penggabungan) ) semua revolutionaire
krachten (kekuatan revolusioner) buat Indonesia ini. Untuk menggabungkan
menjadi satu semua aliran-aliran, golongan-golongan, tenaga-tenaga
revolusioner di dalam kalangan bangsa Indonesia. Dan sekarang pun usaha ini
masih terus saya jalankan dengan karunia Allah S W T. Saya sebagai Pemimpin
Besar Revolusi, sebagai Kepala Negara, sebagai Panglima Tertinggi Angkatan
Bersenjata, saya harus berdiri bukan saja di atas semua golongan, tetapi
sebagai ku katakan tadi, berikhtiar untuk mempersatuan semua golongan.

“Ya golongan Nas, ya golongan A, ya golongan Kom. Kita punya kemerdekaan
sekarang ini, Saudara-saudara, hasil daripada keringat dan darah, ya Nas, ya
A, ya Kom. Jangan ada satu golongan berkata, ooh, ini kemerdekaan hanya
hasil perjuangan kami Nas saja. Jangan ada satu golongan berkata, ooh, ini
kemerdekaan adalah hasil daripada perjuangan-perjuang an kami A saja. Jangan
pula ada golongan yang berkata, kemerdekaan ini adalah hasil daripada
perjuangan kami, golongan Kom saja.

“Tidak .Sejak aku masih muda belia, Saudara-saudara, aku melihat bahwa
golongan-golongan ini semuanya, semuanya membanting tulang, berjuang, bahkan
berkorban untuk kemerdekaan Indonesia. Saya sendiri adalah Nas, tapi aku,
demi Allah, tidak akan berkata kemerdekaan ini hanya hasil dari pada
perjuangan Nas. Aku pun orang agama, bisa dimasukkan dalam golonban A, ya
pak Saifuddin Zuhri, saya ini ? Malahan, saya ini oleh dunia Islam
internasional diproklamir menjadi Pahlawan Islam dan Kemerdekaan. Tetapi
demi Allah, demi Allah, demi Allah SWT, tidak akan saya berkata bahwa
perjuangan kita ini, hasil perjuangan kita, kemerdekaan ini adalah hasil
perjuangan daripada A saja.

“Demikian pula aku tidak akan mau menutup mata bahwa golongan Kom, masya
Allah, Saudara-saudara, urunannya, sumbangannya, bahkan korbannya untuk
kemerdekaan bukan main besarnya. Bukan main besarnya !

“Karena itu, kadang-kadang sebagai Kepala Negara saya bisa akui, kalau ada
orang berkata, Kom itu tidak ada jasanya dalam perjuangan kemerdekaan, aku
telah berkata pula berulang-ulang, malahan di hadapan partai-partai yang
lain, di hadapan parpol yang lain, dan aku berkata, barangkali di antara
semua parpol-parpol, di antara semua parpol-parpol, ya baik dari Nas maupun
dari A tidak ada yang telah begitu besar korbannya untuk kemerdekaan
Indonesia daripada golongan Kom ini, katakanlah PKI, Saudara-saudara.

“Saya pernah mengalami. Saya sendiri lho mengalami, Saudara-saudara,
mengantar 2000 pemimpin PKI dikirim oleh Belanda ke Boven Digul. Hayo,
partai lain mana ada sampai ada 2000 pimpinannya sekaligus diinternir, tidak
ada. Saya pernah sendiri mengalami dan melihat dengan mata kepala sendiri,
pada satu saat 10 000 pimpinan daripada PKI dimasukkan di dalam penjara.
Dan menderita dan meringkuk di dalam penjara yang bertahun-tahun.

“Saya tanya, ya tanya dengan terang-terangan, mana ada parpol lain, bahkan
bukan parpolku, aku pemimpin PNI, ya aku dipenjarakan, ya diasingkan, tetapi
PNI pun tidak sebesar itu sumbangannya kepada kemerdekaan Indonesia daripada
apa yang telah dibuktikan oleh PKI. Ini harus saya katakan dengan tegas.

“Kita harus adil, Saudara-saudara, adil, adil, adil, sekali adil. Aku, aku
sendiri menerima surat, kataku beberapa kali di dalam pidato, surat daripada
pimpinan PKI yang hendak keesokan harinya digantung mati oleh Belanda, yaitu
di Ciamis. Ya, dengan cara rahasia mereka itu, empat orang mengirim surat
kepada saya, keesokan harinya akan digantung di Ciamis. Mengirim surat
kepada saya bunyinya apa ? Bung Karno, besok pagi kami akan dihukum di tiang
penggantungan. Tapi kami akan jalani hukuman itu dengan ikhlas, oleh karena
kami berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Kami berpesan kepada Bung Karno,
lanjutkan perjuangan kami ini, yaitu perjuangan mengejar kemerdekaan
Indonesia.

“Jadi aku melihat 2000 sekaligus ke Boven Digul. Berpuluh ribu sekaligus
masuk di dalam penjara. Dan bukan penjara satu dua tahun, tetapi ada yang
sampai 20 tahun, Saudara-saudara. Aku pernah mengalami seseorang di
Sukamiskin, saya tanya : Bung, hukumanmu berapa? 54 tahun. Lho bagaimana
bisa 54 tahun itu ? Menurut pengetahuanku kitab hukum pidana tidak ada
menyebutkan lebih daripada 20 tahun. 20 tahun atau seumur hidup atau hukuman
mati, itu tertulis di dalam Wetboek van Strafrecht (kitab hukum pidana).
Kenapa kok Bung itu 54 tahun? Ya. Pertama kami ini dihukum 20 tahun,
kemudian di dalam penjara, kami masih mempropaganda- kan kemerdekaan
Indonesia antara kawan-kawan pesakitan, hukuman. Itu konangan, konangan,
ketahuan, saya ditangkap, dipukuli, dan si penjaga yang memukuli saya itu
saya tikam mati. Sekali lagi aku diseret di muka hakim, dapat tambahan lagi
20 tahun. Menjadi 40 tahun.

“Sesudah saya mendapat vonnis total 40 tahun ini, sudah, saya tidak ada lagi
harapan untuk bisa keluar dari penjara. Sudah hilang-hilangan hidup saya di
dalam penjara ini, saya tidak akan menaati segala aturan-aturan di dalam
penjara. Saya di dalam penjara ini terus memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia. Pada satu waktu saya ketangkap lagi, oleh karena saya berbuat
sebagai yang dulu, saya menikam lagi, tapi ini kali tidak mati, tambah 14
tahun, 20 tambah 20 tambah 14 sama dengan 54 tahhun.

“Ini orang dari Minangkabau, Saudara-saudara. Dia itu tiap pagi subuh-subuh
sudah sembahyang. Dan selnya itu dekat saya, saya mendengar dia punya doa
kepada Allah SWT ; Ya Allah, ya Robbi, aku akan mati di dalam penjara ini.
Tetapi sebagaimana sembahyangku ini, shalatku ini, maka hidup dan matiku
adalah untuk Engkau.

“Coba; coba, coba, coba ! Lha kok ada sekarang ini golongan-golongan yang
berkata bahwa komunis atau PKI tidak ada jasa di dalam kemerdekaan Indonesia
ini.

“Sama sekali tidak benar ! Aku bisa menyaksikan bahwa di antara
parpol-parpol malahan mereka itu yang telah berjuang dan berkorban paling
besar.”

** *

Demikian kutipan sebagian kecil dari amanat Presiden Sukarno di depan rapat
umum Front Nasional di Istora Senayan Jakarta, tanggal 13 Februari 1966.

Seperti yang sama-sama kita lihat, amanat tersebut adalah luar biasa! Di
dalamnya terkandung pesan (message) yang besar sekali kepada seluruh nasion,
dan sekaligus juga peringatan keras kepada semua golongan (terutama kalangan
jenderal-jenderal pendukung Suharto) yang bersikap anti-komunis.

Adalah jelas bahwa pernyataan Bung Karno tentang PKI di depan Front Nasional
dalam tahun 1966 itu berdasarkan kebenaran sejarah, dan juga bahwa itu
lahir dari ketulusan hatinya yang sedalam-dalamnya. Pernyataannya yang
demikian itu adalah cermin dari isi atau jiwa perjuangan revolusionernya
sejak muda.

Pendapat Bung Karno tentang sumbangan atau pengorbanan PKI untuk kerdekaan
Indonesia menunjukkan bahwa ia adalah betul-betul pemersatu rakyat
Indonesia, guru besar dan bapak bangsa, yang tidak ada bandingannya di
Indonesia.

Catatan tambahan :

Buku “Revolusi belum selesai” terdiri dari dua jilid. Jilid pertama berisi
443 halaman, sedangkan jilid kedua 456 halaman.

Buku ini diterbitkan oleh. Masyarakat Indonesia Sadar Sejarah (MESIASS),
Semarang

Penyunting/Editor :Budi Setiyono dan Bonnie Triyana

Tulisan ini juga disajikan dalam website http://kontak. club.fr/index. htm

TELE-POLITICS, IKLAN, DAN PERILAKU PEMILIH

Oleh Burhanuddin Muhtadi

Penulis adalah Master Bidang Politik, Australian National University (ANU);

sekarang analis politik Charta Politika Indonesia.



Mantan Perdana Menteri Inggris John Major pernah berkata: "You cannot run a nation by sound bites. No; but you can be elected by them and defeated by them."

***

Cobalah perhatikan penampilan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika tampil di depan publik. Gaya busana yang dandy, wajah ceria dengan senyum mengulum di bibir, rambut yang disisir rapi, tutur kata yang tertata, dengan intonasi yang jelas, tapi berbobot intelektual tinggi.



Penampilan Yudhoyono itu makin sempurna jika disorot puluhan kamera wartawan. Yudhoyono memang dikaruniai wajah tele-genic (menarik dilihat di televisi) dan sangat sadar untuk memanfaatkan anugerah Tuhan tadi untuk meningkatkan pencitraannya di mata masyarakat.



Masih segar di ingatan pada saat Yudhoyono mengucapkan selamat atas kemenangan Obama dalam pilpres di Amerika Serikat. Yudhoyono berkali-kali mengulang congratulation speech-nya untuk mendapatkan gambar yang paling bagus. Padahal dia sudah dibantu dengan teleprompter (alat khusus yang biasa dipakai penyiar berita untuk membaca naskah).



Era Tele-politics

Tele-politics adalah sebuah fenomena baru yang menandai bergesernya peran partai politik dan munculnya dominasi media massa, terutama televisi, dalam menjangkau pemilih. Televisi muncul sebagai kekuatan baru yang lebih masif dalam menyampaikan informasi politik kepada masyarakat. Data survei menunjukkan bahwa masyarakat kita paling banyak mendapatkan informasi politik melalui televisi (87%).



Harus diakui, televisi mampu menyelinap ke ruang domestik keluarga dan memerantarai hubungan yang lebih bersifat impersonal. Berbeda dengan pertemuan-pertemuan politik konvensional yang mensyaratkan kehadiran seseorang, interaksi melalui televisi lebih bersifat one-way traffic communication, lebih praktis dan tidak merepotkan pemilih.



Istilah tele-politics pertama kali dipopulerkan oleh Michael Bauman (2007), ahli cultural studies. Dia mengungkap debat calon presiden pada 26 September 1960 yang baru pertama kali disiarkan melalui televisi di AS sebagai awal mula berkembangnya tele-politics di negeri Paman Sam itu. Sebanyak 70 juta pemirsa memelototi layar televisi menyaksikan John Kennedy sebagai capres dari Demokrat melawan wapres Richard Nixon yang diusung partai Republik sebagai capres.



Kennedy tampil lebih artikulatif, dengan gaya komunikasi yang memukau, lebih muda dan jauh lebih tampan. Sebaliknya, Nixon lupa merapikan rambut dan jenggotnya. Pemirsa TV sebagian besar menahbiskan Kennedy sebagai pemenang debat. Sebaliknya, pendengar radio justru mendaulat Nixon sebagai pemenang debat karena dianggap lebih menguasai materi ketimbang Kennedy. Anehnya, kemenangan debat melalui televisi itulah yang kemudian mengantarkan Kennedy ke Gedung Putih



Mantra Iklan

Virus tele-politics kini mulai menjangkiti Indonesia. Riset terakhir Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang baru dirilis Januari 2009, menunjukkan meningkatnya elektabilitas Partai Demokrat (23%) dan Gerindra (3,9%). Menurut LSI, meroketnya suara kedua partai ini disebabkan oleh akseptabilitas publik terhadap iklan-iklan politik Demokrat dan Gerindra yang ditayangkan secara masif di televisi.



Yudhoyono juga menangguk untung melalui penampilannya yang meyakinkan melalui televisi dan iklan-iklan yang mengabarkan keberhasilan pemerintahannya. Sekitar 43% responden mengaku akan memilihnya jika pemilu diadakan hari ini, jauh melampaui kandidat-kandidat yang lain. Ketika di-trace back ke personality capres, Yudhoyono paling banyak mendapatkan kredit.



LSI mensinyalir munculnya gejala "silent revolution" (revolusi diam-diam) yang menandai dominasi media massa, terutama televisi, dalam mempersuasi pemilih. Memori pemilih, menurut LSI, lebih banyak dipengaruhi oleh iklan televisi ketimbang iklan radio atau suratkabar. Tak berlebihan jika iklan politik Gerindra menempati proporsi terbesar (51%) yang mempengaruhi memori pemirsa televisi. Dilihat dari tingkat viewership, 36% responden mengaku beberapa kali menonton iklan-iklan Gerindra, 21% responden menonton hampir tiap hari, dan 9% responden hanya menonton sekali. Hanya 34% responden yang mengaku tidak menonton iklan-iklan politik tersebut.



Menariknya, Gerindra berhasil mengemas iklan mereka dalam "kemasan" yang menarik. Iklan Gerindra bukan saja mengejar target awareness atau popularitas, tapi juga meningkatkan likeability dan electability mereka. Caranya dengan membidik melalui pesan-pesan yang menjadi concern utama masyarakat seperti kepedulian terhadap petani, nelayan, dan pedagang pasar tradisional.



Di sisi lain, iklan-iklan politik Demokrat juga tidak kalah masif dibandingkan Gerindra. Bedanya, Demokrat berhasil mendapatkan kredit dari kesuksesan pemerintah di bawah Yudhoyono dan Jusuf Kalla dalam bidang penegakan hukum, pemberantasan korupsi, peningkatan kesejahteraan rakyat melalui layanan kesehatan dan pendidikan.



Intinya, Demokrat berhasil men-frame kesuksesan pemerintah melalui bahasa-bahasa iklan yang sederhana dan straight to the point. Pada saat yang sama, partai-partai lain, kecuali PDI Perjuangan, belum cukup massif melakukan counter attack dengan merilis iklan-iklan kegagalan kebijakan SBY dan Kalla. Iklan PDI Perjuangan tentang sembako, dari sisi frekuensi penayangan, juga masih kalah dibandingkan iklan Demokrat. Akibatnya, menurut LSI, perilaku pemilih sekarang ditentukan oleh informasi sepihak yang diiklankan Demokrat.



Gejala tele-politics bahkan mempengaruhi elit partai dalam merekrut caleg. Karena artis memiliki popularitas tinggi, banyak partai-partai politik yang mendapuk artis sebagai caleg dengan maksud untuk memperbesar suara partai. Akhirnya, kader-kader partai yang memiliki kompetensi tergusur oleh hukum besi populisme, apalagi dengan sistem suara terbanyak yang lebih membuka peluang bagi artis popular untuk mengalahkan politisi yang sudah lama malang-melintang dalam dunia perpolitikan.



The Lying Camera

Di AS, ada adagium lama: "The camera never lies." Nyatanya, justru sebaliknya. Kamera justru mengkonstruksi citra menjadi realita. Bauman menyatakan bahwa kamera justru selalu berbohong. Melalui apa yang oleh kalangan televisi disebut "the illusion of presence," kamera berpretensi mempermak wajah asli partai dan politisi.



Cobalah kita kritisi iklan-iklan partai Demokrat dan Gerindra. Benarkah klaim-klaim Demokrat bahwa korupsi telah disikat habis pada masa pemerintahan Yudhoyono? Benarkah Gerindra memiliki keberpihakan terhadap petani dan pedagang kecil? Apakah Gerindra dan tokoh-tokoh partainya memiliki track record terhadap masalah pertanian, ataukah hanya sekadar mengklaim lewat iklan yang diputar terus-menerus melalui televisi.



Jozef Goebbels, Menteri Propaganda pada masa Adolf Hitler, pernah berkata: "Kebohongan yang diulang berkali-kali, maka akan menjadi kebenaran dan dipercaya publik." Realisme naïf yang dicekokkan terus-menerus melalui iklan televisi akan "memanipulasi" kebenaran. Menjadi berbahaya jika iklan-iklan kecap politik tadi ditelan mentah-mentah oleh masyarakat []

LOWONGAN KERJA ITU BERNAMA CALEG

LOWONGAN KERJA ITU BERNAMA CALEG



Mungkin cukup banyak orang, terutama warga Kalteng yang pernah dengar cerita ini, cerita ini adalah cerita tentang anggota Dewan di masa Reformasi, konon ceritanya rombongan anggota DPRD di salah satu kabupaten di Kalteng mengadakan study banding ke pulau seberang, pada saat mau naik kereta api masing-masing membeli tiket, salah seorang diantaranya ditanya oleh penjual tiket, “ Bapak naik yang kelas apa? Ekonomi atau Eksekutif? Dengan percaya diri yang sangat tinggi sang anggota legislatif ini menjawab, “ oh..tidak saya legislatif……”.


Cerita lain yang juga pernah kita dengar, seorang wartawan setelah mewawancarai anggota Dewan (anggota dewan di salah satu Kabupaten/kota di Kalteng), bermaksud untuk memudahkan komunikasi jika sekiranya ada beberapa hal yang mau ditanyakan kembali jika dianggap perlu cukup berkomunikasi dengan menggunakan surat elektronik (Email), setelah wawancara sang wartawan Tanya ke anggota dewan tersebut, “ Bapak punya email? Entah salah dengar atau memang kurang paham teknologi sekarang, atau tidak mengerti maksud pertanyaan wartawan, sang anggota dewan dengan cepat menjawab “ ya dulu ada, tapi sudah saya jual…”


Hmmm…mudah-mudahan cerita diatas tidak akan terulang pada anggota legislatif hasil pemilihan umum tahun 2009 ini, dan cerita ini hanyalah sebuah cerita “lucu” yang sebenarnya adalah bagaimana gambaran kualitas sebagian anggota dewan kita.


Pemilihan umum untuk memilih anggota DPD dan DPR RI, DPRD Propinsi, DPRD Kabupaten/Kota tidak lama lagi, persisnya bulan april 2009.


Beberapa bulan yang lalu, Komisi Pemilihan Umum sudah mengumumkan daftar calon anggota legislatif tetap (DCT). Secara nasional sangat banyak para peminat yang mendaftarkan diri untuk menjadi anggota legislatif. Menurut data KPU Propinsi Kalimantan Tengah, Saat ini jumlah Caleg untuk 14 Kabupaten/Kota ditambah Provinsi di Kalimantan Tengah sebanyak 7500 orang Caleg peserta Pemilu tahun 2009 nanti, suatu jumlah yang tidak sedikit, apalagi jika dibandingkan dengan daftar jumlah pemilih di Kalimantan Tengah. Jika melihat jumlah peminat yang sangat tinggi, maka bisa dikatakan bahwa arena politik ini tidak bedanya dengan arena bursa kerja, sehingga lebih pantas jika lembaga legislatif yang semestinya sebuah lembaga yang terhormat, menjadi sebuah lembaga kerja, dimana para calon yang bertarung di dalamnya ”mungkin” menganggap bahwa lembaga ini adalah sebuah Lowongan kerja baru yang diharapkan bisa merubah nasib.


Yang membedakan lowongan kerja ini dengan lowongan kerja lainnya adalah syarat-syaratnya yang tidak terlalau berbeli-belit dan sulit, boleh dikatakan sangat mudah, dan tidak dibutuhkan keahlian khusus. Dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat daerah, di pasal 50 dikatan bahwa persyaratan bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, adalah :

Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota harus memenuhi persyaratan: a. Warga Negara Indonesia yang telah berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih; b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; d. cakap berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia; e. berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat; f. setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945; g. tidak pernah dijatuhi hukuman pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; h. sehat jasmani dan rohani; i. terdaftar sebagai pemilih; j. bersedia bekerja penuh waktu; k. mengundurkan diri sebagai pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, pengurus pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah, serta badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara, yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri dan yang tidak dapat ditarik kembali; l. bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat/pengacara, notaris, pejabat pembuat akta tanah (PPAT), dan tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sesuai peraturan perundang-undangan; m. bersedia untuk tidak merangkap jabatan sebagai pejabat-negara lainnya, pengurus pada badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah, serta badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara; n. menjadi anggota Partai Politik Peserta Pemilu; o. dicalonkan hanya di 1 (satu) lembaga perwakilan; dan p. dicalonkan hanya di 1 (satu) daerah pemilihan.


Sementara untuk kelengkapan administrasinya dalam ayat (2) disebutkan, ” Kelengkapan administrasi bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan: a. kartu tanda Penduduk Warga Negara Indonesia, b. bukti kelulusan berupa fotokopi ijazah, STTB, syahadah, sertifikat, atau surat keterangan lain yang dilegalisasi oleh satuan pendidikan atau program pendidikan menengah, c. surat keterangan tidak tersangkut perkara pidana dari Kepolisian Negara Republik Indonesia setempat; d. surat keterangan berbadan sehat jasmani dan rohani; e. surat tanda bukti telah terdaftar sebagai pemilih; f. surat pernyataan tentang kesediaan untuk bekerja penuh waktu yang ditandatangani di atas kertas bermeterai cukup; g. surat pernyataan kesediaan untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat/pengacara, notaris, pejabat pembuat akta tanah (PPAT), dan tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang ditandatangani di atas kertas bermeterai cukup; h. surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali sebagai pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, atau anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, pengurus pada badan usaha milik Negara dan/atau badan usaha milik daerah, pengurus pada badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara; kartu tanda anggota Partai Politik Peserta Pemilu; j. surat penyataan tentang kesediaan hanya dicalonkan oleh 1 (satu) partai politik untuk 1 (satu) lembaga perwakilan yang ditandatangani di atas kertas bermeterai cukup; k. surat penyataan tentang kesediaan hanya dicalonkan oleh 1 (satu) daerah pemilihan yang ditandatangani di atas kertas bermeterai cukup.


Jika melihat syarat-syarat diatas yang tidak mesti memerlukan keahlian khusus dibidang tertentu misalnya, tidak heran jika ribuan orang yang mengajukan ”lamarannya”, dengan berharap berhasil menduduki kursi empuk dewan. Betapa tidak, siapapun pasti akan tergiur dengan berbagai fasilitas yang didapat dari sebuah lembaga yang bernama legislatif ini. Semuanya seakan berlomba untuk mendapatkan berbagai ”kemewahan” yang bakalan diterima nantinya jika terpilih menjadi anggota legislatif. Belum lagi peningkatan status menjadi ” anggota dewan yang terhormat”.


Dari caleg sejumlah itu, tentunya dari beragam latar belakang dan profesi, mulai dari pengusaha, mantan pejabat, pensiunan (sipil maupun milter), pedagang, tukang sayur, bahkan pengangguran, ikut meramaikan bursa kerja ini. Hal yang menarik adalah karena tidak adanya batas usia maksimal, maka cukup banyak para pensiunan yang ikut mengadu nasib di ranah ini, padahal kalau ditilik dari aktifitasnya, lembaga legislatif merupakan lembaga yang memerlukan orang-orang yang dalam kondisi fit, misalkan mesti menghadi sidang hingga larut malam, bukan bermaksud meremehkan kesehatan dan ”kebugaran” para pensiunan tersebut, rasanya aktifitas ini akan sulit diikuti dengan keseriusan, bagaimana tidak wong di instansi Pemerintah saja sudah ”tidak dipakai lagi”.


Menarik memang jika sedikit melihat berbagai latar belakang para caleg dengan berbagai macam latar belakang profesi tersebut, dan jika sedikit meluangkan waktu untuk ngobrol-ngobrol di warung kopi, salah satu bahan obrolan yang menarik adalah mengenai Caleg. Beragam ”tafsir” yang didengar dari obrolan pojok tersebut, ada yang menganggap bahwa para caleg hanya mencoba peruntungan saja, yah kalau terpilih Syukur Alhamdulillah, kalau tidak terpilih tidak apa-apa hitung-hitung untuk pengalaman.


Yang sedikit menggelikan adalah latar belakang para calon, ada yang tidak paham politik, dan bahkan sangat alergi bicara politik, calon yang tidak pernah bicara soal kepentingan rakyat, ikut-ikutan bicara ”kesejahteraan rakyat”, yang tidak pernah kelihatan sepak terjangnya, ujug-ujug muncul, yang tidak pernah duduk di bangku sekolah (SLTA) buru-buru ikut ujian paket C, yang tidak pernah pakai jas Maksa arep foto menggunakan jas, cara mengkampanyekan diri-pun (baca sosialisasi diri) hampir sama dan saling mencontek, dan banyak lagi tingkah aneh-aneh lainnya.


Bagaimana bisa mengatakan berjuang untuk rakyat, jika apa yang dilakukan selama ini tidak pernah sedikitpun berhubungan dengan ”penderitaan” rakyat. Aktifitas gerakanyapun tidak ada yang tau sebelumnya, dan bahkan ”mungkin” ikut berorganisasipun ada yang tidak pernah sama sekali, dengan kata lain tidak ada sama sekali pengalam politiknya. Pengalaman politik disini bukan berarti mesti pernah jadi anggota legislatif, pengurus atau anggota partai politik, melainkan di organisasi-organisa si massa lainnya, bisa ormas, NGO, dan jurnalis. Kondisi seperti ini diperparah dengan sangat minimnya (bahkan boleh dikatakan tidak ada sama sekali) pendidikan politik oleh partai-partai politik, setidaknya untuk anggotanya sendiri. Bisa dihitung dengan jari, mungkin hanya beberapa partai politik saja yang melakukan pendidikan politk bagi kader-kadernya. Nah, orang-orang seperti ini (yang tidak paham politik) jika seandainya nanti terpilih maka tentunya hal-hal lucu yang akan muncul, sebagaimana cerita lucu diatas.


Dan orang-orang seperti ini biasanya berhasil duduk dilembaga legislatif, akan sangat kelihatan, dan aktifitasnyapun menampakan aktifitas pekerja, dalam pengertian, tidak akan kritis dengan setiap kebijakan-kebijakan yang diajukan oleh pihak eksekutif, kalaupun ”kritis” itu tidak lebih hanya soal-soal yang tidak substansi, dan biasanya rakyatpun akan tahu kemana ujung dari ”kekritisan” tersebut.


Dalam kondisi seperti ini rakyat pemilih pasti bisa menilai sendiri bagaimana ”kualitas” kandidat yang nantinya akan duduk di lembaga legislatif, dan dengan kondisi para kontestan yang ”asal-asalan” tersebut jangan terlalau berharap akan ada perubahan yang cukup signifikan di lembaga politik ini, dan mudah-mudah lembaga ini tidak dijadikan sebagai lembaga kerja, dan jika lembaga ini adalah lembaga kerja maka akan ada lowongan kerja setiap 5 tahun sekali, dan biayanya sangat mahal dengan menggunakan uang rakyat, wallahualam....


(Penulis adalah masyarakat biasa, yang punya hak pilih - Satriadi)

Pernyataan Sikap Front Perjuangan Rakyat
Menyambut Pelantikan Barack Obama sebagai Presiden Amerika Serikat
Jakarta, 20 Januari 2009
Buang segala Ilusi!

Barack Obama bukanlah harapan bagi Perdamaian di Dunia!


BARACK OBAMA adalah fenomena! Barack Obama adalah ilusi! Presiden terpilih dari Partai Demokrat yang memenangkan pertarungan dalam pemilu presiden Amerika Serikat 2008 secara meyakinkan atas lawannya, John McCain dari Partai Republik dijejali dengan berbagai atribut-atribut dan harapan-harapan akan perubahan. Sebagai wujud dari besarnya harapan rakyat pekerja Amerika Serikat dan sekaligus manifestasi dari kian tajamnya krisis ekonomi dan sosial yang dialami Rakyat dan Bangsa Amerika Serikat. Tidak salah bila krisis dan harapan besar rakyat dan bangsa Amerika Serikat itulah yang membawa Barack Obama menjadi pemegang kekuasaan politik tertinggi di Amerika Serikat.


Momentum terpilihnya Barack Obama juga terjadi pada saat kaum pekerja Amerika Serikat, telah semakin jenuh dengan politik agresi dan tidak lagi bisa dininabobokan dengan propaganda “perang melawan terror” yang justru kian tidak berkesudahan. Momentum terpilihnya Barack Obama juga terjadi pada saat rakyat dan bangsa Amerika Serikat sesungguhnya telah semakin resah akibat memburuknya dan kian kronisnya krisis ekonomi dan keuangan dunia. Overproduksi yang kian membesar akibat menajamnya kesenjangan ekonomi dunia serta kasino ekonomi yang diputar kencang oleh institusi pasar modal dunia yang dipimpin Wallstreet, telah melenyapkan triliunan dollar Amerika Serikat. Selain itu, nasib jutaan kaum buruh dan pengusaha-pengusaha kecil Amerika Serikat pun terhempas kian dalam di jurang keterpurukan.


Di tengah himpitan hidup yang kian berat inilah, rakyat Amerika Serikat memilih Barack Obama, dengan satu harapan, perubahan menuju perbaikan.


Demikian pula bagi rakyat dan bangsa dari negara-negara terbelakang. Sosok Barack Obama tampil sebagai simbol harapan bagi rakyat yang berasal dari bangsa-bangsa terbelakang yang selama ini diperbudak oleh penindasan dan penghisapan serta kemiskinan dan krisis yang kian kronis dunia ketiga. Pada saat Barack Obama terpilih, krisis ekonomi dalam tubuh kapitalisme monopoli dunia telah menciptakan kerusakan yang sangat dashyat pada sendi-sendi kehidupan ekonomi, sosial, lingkungan hidup, dan kebudayaan rakyat dan bangsa-bangsa terbelakang di dunia.


Pemaksaan kebijakan-kebijakan neoliberal yang mengandalkan utang luar negeri, pembukaan pasar bagi barang-barang impor, dan blokade ekonomi telah merampas hak rakyat untuk bekerja dengan upah yang layak. Pabrik-pabrik perakitan ringan berorientasi ekspor yang ditanam kapitalis-kapitalis monopoli tidak lagi mampu bertahan dan tergulung oleh kebangkrutan. Sementara tanah-tanah pertanian skala kecil milik rakyat telah digusur dan dimonopoli oleh perusahaan-perusaha an besar monopoli untuk menjamin kelangsungan pasokan bahan baku dan bahan mentah yang murah bagi negara-negara maju.


Kemiskinan dan krisis yang kian kronis yang dialami rakyat di negara-negara miskin dan terbelakang seperti Indonesia itulah yang melahirkan banyak sekali ilusi dan harapan-harapan yang mustahil pada sosok Barack Obama.


Namun seperti apapun harapan dan ilusi pada sosok Barack Obama, sebagai Presiden Amerika Serikat, negeri imperialis nomor satu di dunia, Barack Obama adalah figur yang tidak pantas untuk diharapkan. Sebagai Presiden Amerika Serikat, sosok Barack Obama tidak lain selain pemimpin dari persekutuan jahat kapitalis-kapitalis monopoli Amerika Serikat yang hanya mampu menghidupi dirinya dengan cara melakukan perampasan atas nilai kerja kaum buruh dan rakyat pekerja di dalam negerinya. Sosok Barack Obama juga tidak lain dari pemimpin dari para perampok yang gemar mengumbar agresi militer, menindas rakyat sipil dan kaum lemah dari negara-negara terbelakang, untuk mengeruk dan merampok kekayaan alam rakyat dunia ketiga.


Sikap Barack Obama yang mendiamkan pembantaian warga sipil Gaza serta diam-diam memberikan dukungan pada agresi biadab Israel kepada rakyat Palestina yang berdiam di Gaza --selama tiga minggu sebelum pelantikannya sebagai presiden—membuktikan bahwa secara hakikat, harapan-harapan pada sosok Barack Obama tidak lebih dari ilusi yang menistakan akal sehat. Di tangan Barack Obama, politik luar negeri Amerika Serikat akan selalu mendua dan tidak pernah memihak pada keadilan sosial dan perdamaian abadi bagi seluruh umat manusia.


Atas dasar pandangan-pandangan di atas dan di tengah keprihatinan yang sangat dalam atas luka-luka sejarah yang dialami rakyat Palestina, Front Perjuangan Rakyat (FPR) menyerukan kepada rakyat di seluruh dunia, khususnya Rakyat Indonesia, untuk segera membuang ilusi atas sosok Barack Obama. Bagaimana pun, sebagai Presiden Amerika Serikat Barack Obama tidaklah layak diharapkan mampu menegakkan keadilan sosial dan perdamaian abadi bagi seluruh umat manusia di dunia. Kemudian, menyambut pelantikkan Barack Obama sebagai Presiden Amerika Serikat, Front Perjuangan Rakyat menuntut;


1.Penghentian segala bentuk perang agresi, termasuk “perang abadi melawan terror” (permanent war against terror) yang selama ini dilancarkan dan dipimpin imperialisme Amerika Serikat karena telah melipatgandakan penderitaan dan kesengsaraan rakyat di Negara-negara Dunia Ketiga.

2.Penarikan pasukan agresi Israel dari Palestina, khususnya Gaza, dan pasukan Amerika Serikat dan Sekutunya dari Irak dan Afghanistan serta pemberian penggantian atas segala kerusakan-kerusakan yang diakibatkan perang agresi, serta ditutupnya seluruh pangkalan militer Amerika Serikat di seluruh dunia.

3.Menuntut pengakuan penuh atas kedaulatan, khususnya bagi Palestina, untuk hidup sebagai bangsa yang merdeka dari penjajahan AS-Israel secara bermartabat.

4.Diadilinya Mantan Presiden AS George W. Bush pelaku utama agresi militer ke Afganistan dan Irak serta Perdana Menteri Israel Ehud Olmert (pelaku utama agresi militer Israel ke Gaza) sebagai pelaku kejahatan atas kemanusiaan dan penjahat perang melalui mahkamah internasional.

5.Penghentian seluruh latihan dan kerjasama militer yang dilakukan dengan Amerika Serikat karena selama ini hanyalah dalih untuk membuang overproduksi persenjataan Amerika Serikat ke negara-negara miskin dan terbelakang yang seringkali menyebabkan naiknya eskalasi kekerasan bersenjata di kawasan-kawasan miskin dan terbelakang di dunia.

6.Mengecam sikap politik luar negeri Pemerintah Indonesia pimpinan SBY-JK yang tidak secara tegas menuntut Amerika Serikat dan Israel untuk bertanggungjawab atas kejahatan kemanusiaan yang telah dilakukan Israel (atas dukungan Amerika Serikat) kepada rakyat Palestina di Gaza.

7.Menuntut ditegakkannya perdamaian abadi dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat dan umat manusia di dunia.

Front Perjuangan Rakyat
Jakarta, 20 Januari 2009



Rudi HB Daman
Koordinator

F R O N T P E R J U A N G A N R A K Y A T
Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI), Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia di Hongkong (ATKI-HK), Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Serikat Buruh Aspirasi Pekerja Indonesia (SB-API), Serikat Buruh Koas Eterna Jaya Industries (SBK-EJI), Front Mahasiswa Nasional (FMN), Gerakan Mahasiswa Keristen Indonesia (GMKI), Himpunan Mahasiswa Budhis Indonesia (HIKMAHBUDHI) , Gerakan Mahasiswa Nasional Kerakyatan (GMNK), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Sarekat Hijau Indonesia (SHI), Liga Pemuda Bekasi (LPB), Arus Pelangi (AP), Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Pergerakan mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Forum Pemuda Kota Bekasi (FORDASI), Gerakan Rakyat Indonesia (GRI), Serikat Pekerja Hukum Progresif (SPHP), Serikat Becak Jakarta (SEBAJA), Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK), International NGO Forum of Indonesia Development (INFID), Institute for National and Democratic Studies (INDIES), LP3ES, MIGRANTCARE, Urban Poor Consortium, UPLINK, PBHI Nasional, Cianjur Peduli Migrant (CPM), Jaringan Advokasi Tambang

Gambaran Masalah Pulau Borneo

Letak Geografis

Kalimantan adalah nama bagian wilayah Indonesia di Pulau Borneo Besar; yaitu pulau terbesar ketiga di dunia setelah Greenland dan Seluruh Pulau Irian. Kalimantan meliputi 73 % massa daratan Borneo. Terdapat empat propinsi di Kalimantan, yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, luas seluruhnya mencapai 549.032 km2. Luasan ini merupakan 28 % seluruh daratan Indonesia. Kalimantan Timur saja merupakan 10% dari wilayah Indonesia. Bagian utara P. Borneo meliputi negara bagian Malaysia yaitu Serawak dan Sabah, dan Kesultanan Brunei Darusallam. Batasan wilayah secara politik yang ada sekarang ini mencerminkan kepentingan penjajah masa lampau.

Secara geografis pulau Kalimantan [Indonesia], terletak diantara 40 24` LU - 40 10` LS dan anatara 1080 30` BT - 1190 00` BT dengan luas wilayah sekitar 535.834 km2. Berbatasan langsung dengan negara Malaysia (Sabah dan Serawak) di sebelah utara yang panjang perbatasannya mencapai 3000 km mulai dari proinsi Kalimanatan Barat sampai dengan Kalimantan Timur.

Kondisi Fisik Dasar dan Sumber Daya Lahan

Pulau Kalimantan sebagaian besar merupakan daerah pegunungan / perbukitan (39,69 %), daratan (35,08 %), dan sisanya dataran pantai/ pasang surut (11,73 %) dataran aluvial (12,47 %), dan lain–lain (0,93 %). Pada umumnya topografi bagian tengah dan utara (wilayah republik Indonesia/RI) adalah daerah pegunungan tinggi dengan kelerengan yang terjal dan merupakan kawasan hutan dan hutan lindung yang harus dipertahankan agar dapat berperan sebagai fungsi cadangan air dimasa yang akan datang.

Pegunungan utama sebagai kesatuan ekologis tersebut adalah Pegunungan Muller, Schawaner, Pegunungan Iban dan Kapuas Hulu serta dibagian selatan Pegunungan Meratus.

Para Ahli agronomi sepakat bahwa tanah-tanah di Kalimantan adalah tanah yang sangat miskin, sangat rentan dan sangat sukar dikembangkan untuk pertanian. Lahan daratan memerlukan konservasi yang sangat luas karena terdiri dari lahan rawa gambut, lahan bertanah asam, berpasir, dan lahan yang memiliki kelerengan curam. Kalimantan dapat dikembangkan, tetapi hanya dalam batas-batas ekologis yang agak ketat dan dengan kewaspadaan tinggi.

Sejumlah sungai besar merupakan urat nadi transportasi utama yang menjalarkan kegiatan perdagangan hasil sumber daya alam dan olahan antar wilayah dan eksport-import. Sungai-sungai di Kalimantan ini cukup panjang dan yang terpanjang adalah sungai Kapuas (1.143 km) di Kalbar dan dapat menjelajah 65 % wilayah Kalimantan Barat.

Potensi pertambangan banyak terdapat di pegunungan dan perbukitan di bagaian tengah dan hulu sungai. Deposit pertambangan yang cukup potensial adalah emas, mangan, bauksit, pasir kwarsa, fosfat, mika dan batubara. Tambang minyak dan gas alam cair terdapat di dataran rendah, pantai, dan ”off sore”.

Kegiatan perkebunan pada umumnya berada pada wilayah di perbukitan dataran rendah. Perkebunan yang potensi dan berkembang adalah : sawit, kelapa, karet, tebu dan perkebunan tanaman pangan. Usaha perkebunan ini sudah mulai berkembang banyak dan banyak investor mulai datang dari negara jiran, karena keterbatasan lahan di negara jiran tersebut. Untuk terus dikembangkan secara ekonomis dengan memanfaatkan lahan yang sesuai. Namun sekarang ini pengembangan perkebunan juga mengancam kawasan perbukitan dataran tinggi, namun di duga areal yang sebenarnya kurang cocok untuk perkebunan hanya sebagai dalih untuk melakukan eksploitasi kayu.

Permasalahan

Sebagai daerah yang memiliki kawasan perbatasan dengan negara asing, maka Kalimantan mempunyai masalah yang terkait ”illegal trading” dam ”smugling”, apalagi penduduk kawasan negara tetangga jauh lebih sejahtera dan pembangunannya maju pesat. Selain itu pesoalan ”illegal logging” yang sering merusak potensi sumber daya alam (hutan tropis) terus berkembang sejalan dengan tingkat ekonomi masyarakat perbatasan yang belum maju tersebut.

Disamping masalah dalam konteks ”illegal” diatas, pulau Kalimantan juga mempunyai potensi antara lain untuk ikut dalam sistem kerangka kerjasama ekonomi regional seperti BIMP-EAGA (Brunai, Indonesia, Malaysia, Philipina – Eastern Asian Growth Area) dan dilalui jalu perdagangan laut internasional ALKI 1 dan ALKI 2.

Potensi besar dari hutan-hutan di Kalimantan dihasilkan kayu industri, rotan, damar, dan tengkawang. Sayangnya spesies hasil hutan seperti kayu gaharu, ramin, dan cendana sudah hampir punah. Analisis ekonomi hasil hutan dengan ekosistimnya untuk menjaga keseimbangan lingkungan perlu dilakukan secara serius untuk kesejahteraan masyarakat setempat, wilayah dan ekonomi nasional.

Lahan yang luas di Kalimantan telah dieksploitasi secara buruk. Operasi pembalakan yang dikelola dengan buruk pula, serta rencana-rencana pertanian yang gagal, telah meninggalkan bekas-bekasnya pada bentang lahan di Kalimantan. Padang pasir putih yang luas dan kerangas yang mengalami lateralisasi menjadi merah dan ditinggalkan ; padahal semula ditumbuhi hutan lebat. Setiap tahun padang alang-alang menjadi kering dan terbakar. Hutan tidak mendapat kesempatan untuk mengadakan regeneresi dan lautan padang rumput terus bertambah luas.

Walaupun di Kalimantan terbebas dari bahaya gunung berapi, patahan/sesar dan gempa bumi, namun masih mungkin terjadi beberapa potensi bahaya lingkungan. Berdasarkan kajian Banter (1993) kemungkinan sering terjadi erosi pada lereng barat laut pegunungan Schwener dan Gunung Benturan, serta di beberapa tempat lainnya di bagian tengan dan hulu sungai besar di Kalimantan. Erosi sabagai akibat aberasi pantai terjadi di pantai barat, selatan dan timur. Bahaya lingkungan lainnya adalah kebakaran hutan pada musim kemarau sebagai akibat panas alam yang membakar batu bara yang berada di bawah hutan tropis ini.

Ancaman

Proses-proses ekologis utama adalah proses-proses yang diatur atau ditentukan oleh ”ekosisitem” dan sangat mempengaruhi produksi pangan, kesehatan dan aspek lain untuk kelangsungan hidup manusia dan pembangunan. Sistem penunjang kehidupan adalah ekosistem ekosistem utama yang terlibat di dalamnya, beberapa ekosistem kehidupan yang menghadapi ancaman bahaya terbesar adalah sistem pertanian, hutan, lahan basah dan sistem pesisir.

Pencemaran sungai dikarenakan pembalakan hutan, buangan limbah industri tanpa perlakukan, limbah rumah tangga dan limbah dari penambangan emas tanpa izin telah menyebabkan alur perairan menjadi bahaya bila digunakan untuk keperluan ruamah tangga dan menyebabkan kerugian berupa sebagian sumber daya perikanan.

Kegiatan pertambangan ini seringkali menimbulkan konflik dengan pemanfaatan ruang lainnya yaitu dengan kehutanan, perkebunan, dan pertanian. Oleh karenanya optimasi pemanfaatan Sumber Daya Alam agar tidak hanya sekedar mengejar manfaat ekonomi.

Lahan Gambut di Kalimantan berada di Kalimantan Tengah dan Selatan dan sebagaian kecil di pantai Kalimantan Barat dan di Kalimantan Timur bagian utara. Kondisi tanah di dataran teras pedalaman, pegunungan, dan bukit-bukit relatif agak baik untuk kegiatan pertanian. Untuk ini diperlukan optimasi pemanfaatan lahan agar hasil gunanya dapat memberikan nilai ekonomis dan perkembangan pada wilayah. Memilih kesesuaian ruang untuk kegiatan uasaha yang sesuai dengan kesesuan tanah sangat diperlukan.

Potensi hidrologi di Kalimantan merupakan faktor penunjang kegiatan ekonomi yang baik. Selain banyak danau-danau yang berpotensi sebagai sumber penghasil perikanan khususnya satwa ikan langka, hal ini perlu dioptimasikan agar punya nilai ekonomis namun tetap menjaga fungsi dan peran danau tersebut.

Kondisi dan Perkembangan Sosial Ekonomi Wilayah

Indikator kualitas kehidupan masyarakat (sosial-ekonomi) diukur dengan ”Human Developmen Index” (HDI) . HDI pada tahun 1996 sampai dengan 1999 menurun di semua propinsi. Total HDI rata-rata di Kalimantan adalah 68,2 tahun 1996 dan 64,3 pada 1999 kemudian pada tahun 2003 menjadi 65. Penurunan ini lebih disebabkan tingkat pendapatan perkapita jauh menurun akibat krisis, sementara HDI sangat ditententukan oleh faktor income percapita.

Jika melihat data kemiskinan pada tahun 2002 yang dikeluaran dinas sosial terlihat kondisi sosial masyarakat Kalimantan, buta huruf rata-rata 7,28 % dengan Kalimantan Barat yang tertinggi yaitu di Kabupaten Sintang 17 %. Masyarakat yang belum mendapatkan pelayananan air bersih rata-rata 58,7 %, dengan Kalimantan Barat yang tertinggi yaitu 92 %. Indeks Kemiskinan masih 29 % dari total penduduk.

Kontribusi PDRB agregrat pulau Kalimantan (1999) terhadap PDB nasional mencapai 10.09 %, suatu nilai yang cukup baik. Dari angka itu nilai PDRB terbesar didapat dari propinsi Kaltim yaitu 59,21 %. Sektor terbesar yang memberikan kontribusi nilai PDRB tahun 2000 adadalh Industri pengolahan (25,8 %), sektor kedua adalah Pertambangan dan penggalian (20,66 %) sendangkan ketiga pertanian (16,34 %).

Walupun sektor pertanian berada pada peringkat ketiga, namun dalam lingkup propinsi sektor pertanian cukup dominan memberikan kontribusi pada PDRB-nya masing-masing yaitu antara 20-40 %, kecuali di propinsi Kalimantan Timur. Dari nilai pertumbuhannya rata-rata senua propinsi berkembang dengan baik. Pertumbuhan sektor yang paling baik adalah sektor pertanian yaitu mencapai 23 % (1996-2000). Hampir rata terjadi di masing-masing bahwa sektor jasa relatif lambat pertumbuhannya.

Kalimantan berperan penting dalam pengembangan ekonomi Indonesia dan merupakan salah satu penghasil devisa utama. Pada tahun 2003, Kalimantan menghasilkan 29 % pendapatan sektor Indonesia yang berasal dari migas, 25,72% dari sektor pertambangan dan 34.54 % dari sektor hutan.

Tetapi dalam jangka panjang eksploitasi sumber daya alam di Kalimantan dapat berjalan terus ? Ataukah akan menyebabkan kerusakan lingkungan, penurunan kualitas tanah dan hutan serta pemcemaran perairan ? Apa yang dilakukan untuk memperbaiki berbagai potensi kerusakan tersebut.

Wilayah Administrasi

Secara administratif di Pulau Kalimantan terdiri dari :

Propinsi


Kabupaten


Kecamatan


Desa

Kalimantan Barat


12


127


1500

Kalimantan Tengah


14


85


1355

Kalimantan Selatan


13


117


1972

Kalimantan Timur


13


88


1404

Jumlah


52


417


6231

Sumber : data administrasi KPU, 2003

Kalimantan Barat

Kalimantan Barat memiliki luas 146.807 Km2, terletak di bagian barat pulau Kalimantan atau di antara garis 2o08’ LU serta 3o05’ LS serta di antara 108o0’ BT dan 114o10’ BT pada peta bumi. Kalimantan Barat tepat dilalui oleh garis Khatulistiwa (garis lintang 0o) tepatnya di atas Kota Pontianak yang merupakan ibukota propinsi ini. Karena pengaruh letak ini pula, maka Kalbar adalah salah satu daerah tropik dengan suhu udara cukup tinggi serta diiringi kelembaban yang tinggi.

Ciri-ciri spesifik lainnya adalah bahwa wilayah Kalimantan Barat termasuk salah satu propinsi di Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara asing, yaitu dengan Negara Bagian Serawak, Malaysia Timur. Bahkan dengan posisi ini, maka daerah Kalimantan Barat kini merupakan satu-satunya propinsi di Indonesia yang secara resmi telah mempunyai akses jalan darat untuk masuk dan keluar dari negara asing. Hal ini dapat terjadi karena antara Kalbar dan Sarawak telah terbuka jalan darat antar negara Pontianak – Entikong – Kuching (Sarawak, Malaysia) sepanjang sekitar 400 km dan dapat ditempuh sekitar enam sampai delapan jam perjalanan.

Pengeksploitasian yang buruk (pembalakan hutan/kayu, pertanian lahan kering yang gagal) telah meninggalkan bekas pada bentang alam/lahan, hilangnya sumberdaya dan pencemaran yang terjadi pada sungai merupakan suatu dampak dan akibat dari pengeksploitasian yang buruk (pembukaan hutan, limbah industri tanpa perlakuan dan rumah tangga, dan kegiatan PETI) menyebabkan alur-alur sungai menjadi bahaya untuk digunakan sebagai keperluan rumah tangga. Selain itu juga, ada suatu dampak berupa kerugian pada sumberdaya ikan, dan juga penebangan hutan bakau untuk tambak menyebabkan kerugian sumberdaya lepas pantai. Tanpa perencanaan yang seksama, pembangunan di Kalimantan Barat hanya dapat menimbulkan suatu keuntungan ekonomi pada Jangka pendek, yang dengan terus mengorbankan kerusakan lingkungan dalam Jangka Panjang

Kalimantan Tengah

Propinsi Kalimantan Tengah beribukota di Palangkaraya dengan luasan 15.4 juta hektare Secara geografis terletak di daerah khatulistiwa, yaitu 0°45 LU, 3°30 LS, 111 ° BT dan 116° BT.

Sebagian besar wilayah propinsi Kaimantan Tengah merupakan dataran rendah, ketinggian berkisar antara 0 s/d 150 meter dari permukaan laut. Kecuali sebagian kecil di wilayah utara merupakan daerah perbukitan di mana terbentang pegunungan Muller dan Schwaner dengan puncak tertingginya (bukit Raya) mencapai 2.278 meter dari permukaan laut.

Terdapat sebelas (11) sungai besar dan tidak kurang dari 33 anak sungai kecil/anak sungai, keberadaanya menjadi salah satu ciri khas Propinsi Kalimantan tengah. Sungai barito dengan kepanjangannya mencapai 900 km dengan rata-rata kedalaman 8 meter merupakan sungai terpanjang dan dapat dilayari hingga 700 km.

Kalimantan Selatan

Propinsi Kalimantan Selatan memiliki luasan 3,7 jt Ha atau 6,98% luas Pulau Kalimantan dengan ibukota Banjarmasin. Secara geografis terletak di antara 1o 21’ 49” LS – 1o 10’ 14” LS dan 114o 19’ 33” BT – 116o 33’ 28”. Kekhasan propinsi ini adalah Propinsi di belah oleh gugusan pegunungan Meratus dan menjadi batas alam hampir seluruh kabupaten di propinsi ini.

Kalimantan Timur

Kalimantan Timur dengan luas wilayah 245,237.8 km² atau seluas satu setengah kali Pulau Jawa dan Madura, terletak antara 113º44’ Bujur Timur dan 119º00’ Bujur Barat serta diantara 4º24’ Lintang Utara dan 2º25’ Lintang Selatan. Dengan adanya perkembangan dan pemekaran wilayah, propinsi terluas kedua setelah Papua ini dibagi menjadi 9 (sembilan) kabupaten, 4 (empat) kota.

Kesembilan kabupaten tersebut adalah Pasir dengan ibukota Tanah Grogot, Kutai Barat dengan ibukota Sendawar, Kutai Kartanegara dengan ibukota Tenggarong, Kutai Timur dengan ibukota Sangatta, Berau dengan ibukota Tanjung Redeb, Malinau dengan ibukota Malinau, Bulungan dengan ibukota Tanjung Selor dan Nunukan dengan ibukota Nunukan, dan Penajam Paser Utara dengan ibukota Penajam. Sedangkan keempat kota adalah Balikpapan, Samarinda, Tarakan dan Bontang. Kalimantan Timur merupakan salah satu pintu gerbang pembangunan di wilayah Indonesia bagian timur. Daerah yang juga dikenal sebagai gudang kayu dan hasil pertambangan ini mempunyai ratusan sungai yang tersebar pada hampir semua kabupaten/kota dan merupakan sarana angkutan utama di samping angkutan darat, dengan sungai yang terpanjang Sungai Mahakam.

Propinsi Kalimantan Timur terletak di sebelah paling timur Pulau Kalimantan dan sekaligus merupakan wilayah perbatasan dengan Negara Malaysia, khususnya Negara Sabah dan Sarawak. Tepatnya propinsi ini berbatasan langsung dengan Negara Malaysia di sebelah utara, Laut Sulawesi dan Selat Makasar di sebelah timur, Kalimantan Selatan di sebelah selatan, dan dengan Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah serta Malaysia di sebelah barat.

Daratan Kalimantan Timur tidak terlepas dari gugusan gunung dan pegunungan yang terdapat hampir di seluruh kabupaten, yaitu ada sekitar 13 gunung. Gunung yang paling tinggi di Kalimantan Timur yaitu Gunung Makita dengan ketinggian 2 987 meter yang terletak di Kabupaten Bulungan. Sedang untuk danau yang berjumlah sekitar 17 buah, keseluruhannya berada di Kabupaten Kutai dengan danau yang paling luas yaitu Danau Jempang, Danau Semayang, dan Danau Melintang dengan luas masingmasing 15 000 hektar, 13 000 hektar, dan 11.000 hektar.

Sejarah Eksploitasi Sumberdaya Alam

Tekanan dari luar untuk memenuhi kebutuhan hidup dewasa ini lebih intrusif lagi. Pertama-tama disebabkan tekanan ekonomis memaksa eksplorasi kekayaan sumber daya alam dengan mengonversi yang tumbuh di atas bumi misalnya, kayu hutan hujan menjadi bahan baku pada pabrik plywood serta kilang gergaji. Hutan dan tanah dusun juga dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit.

Kedua, kekayaan dari perut bumi, yakni mineral-mineral digali dan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat termasuk permintaan pasar dunia. Itu menunjukkan bahwa kebutuhan masyarakat pasca tradisional lebih diprioritaskan dibandingkan kebutuhan masyarakat pra modern. Bahan mentah sebenarnya terletak di “Lebensraum” kelompok tradisional. Sejak lama Kalimantan dilihat sebagai sumber alam yang tidak ada habis-habisnya, padahal sumber itu sebenarnya terbatas.

Permintaan kayu pasar dunia masih kuat, sementara produksi kayu bulat turun karena sulit memperpanjang izin atau menebang pohon secara ilegal. Pada waktu melakukan perjalanan salah seorang penumpang yang bekerja di pabrik kayu plywood memkonfirmasikan keadaan di Kalimantan Barat bahwa keperluan bahan mentah pabrik yang memproduksi plywood kurang cukup.

Untuk mengatasi masalah bahan baku di Kalimantan ada kayu bulat yang masuk dari Papua. Penebangan pohon untuk kebutuhan komersial tidak terjadi di seluruh daerah Kalimantan.

Sejarah eksploitasi mineral pertama yang penting mungkin adalah pertambangan dan pengolahan bijih besi yang terdapat di berbagai tempat di seluruh Borneo. Dengan diperkenalkannya keterampilan penggarapan besi dari daratan Asia diantara abad ke-5 dan ke-10 Masehi (Bellwood 1985), Sungai Apo Kayan dan Sungai Montalat di daerah hulu daerah aliran S. Barito, Sungai Mantikai yaitu anak Sungai Sambas, Sungai Tayan yaitu anak Sungai.. Kapuas di Kalimantan Barat, mempunyai endapan biji besi dan terkenal dengan peleburan dan pembuatan barang-barang dari besi.(Ave dan King 1986)

Emas dan intan juga dikumpulkan sejak dahulu , diperdagangkan ke istana-istana Sultan dan kepada pedagang-pedagang Hindu dan Cina. Menurut tradisi orang Dayak sendiri hampir tidak pernah membuat dan memakai perhiasan emas (Sellato 1989a), tetapi perdagangan emas mempengaruhi kebudayaan pulau ini. Emas telah di ekspor dari Borneo bagian barat kira-kira sejak abad ke-13 dan menjelang akhir abad ke -17 pedagang-pedagang Cina telah mengumpulkan muatan-muatan emas di Sambas (Hamilton 1930).

Penambangan emas secara komersial pertama di Kalimantan di lakukan oleh masyarakat Tionghoa. Dalam keramaian mencari emas pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19, ladang emas terkaya dan termudah dicapai dikerjakan dahulu, tambang emas terbesar berada di Sambas dan Pontianak di sekitar Mandor.

Masyarakat Tionghoa kemudian berpindah ke arah barat di wilayah Landak, pungguh daerah aliran Sungai Kapuas, dan setelah cadangan emas habis mereka mulai membuka tambang-tambang yang sangat kecil di daerah pedalaman. Menjelang pertengahan abad ke-19, industri pertambangan emas di Kalimatan menurun dengan cepat tetapi meninggalkan dampak jangka panjang bagi lingkungan dan kebudayaan

Sekarang ini Kalimantan telah terbagi-bagi dalam konsesi-konsesi pertambangan emas. Di Sambas Kalimantan Barat di kaki Pegunungan Schwaner, Kalimantan Tengah dan Sungai Kelian Kalimantan Timur telah dibuka pertambangan emas

Penambangan Batubara secara terbuka dibawah pengawasan kesultanan sudah mulai beroperasai di Kalimantan menjelang abad ke-19, yang menghasilkan batubara bermutu rendah dalam jumlah kecil untuk penggunaan setempat (Lindblad 1988). Tambang kecil milik negara di Palaran dekat Tenggarong di Kesultanan Kutai merupakan suatu contoh yang khas.

Tambang batubara modern yang pertama di Kalimatan adalah tambang “Oranje Nassau’ yang dibuka oleh Belanda di Pengaron, Kalimantan Selatan pada tahun 1849. Tambang ini lebih diarahkan untuk menujukkan haknya terhadap kekayaan mineral pulau itu dan bukan karena potensi komeresialnya (Lindblad 1988).

Dengan pertimbangan serupa Inggris mendirikan “British North Borneo Company” untuk bekerja di Sabah, kerena mereka tertarik kepada tambang batubara di Labuan. Hak-hak kolonial ini hanya dapat didirikan dengan beberapa kerepotan.

Pada tahun 1888 perusahaan batubara Belanda (Oost-Borneo Maatchappij) mendirikan sebuah tambang batubara besar di Batu Panggal di tepi Sungai Mahakam. Ada pula kegiatan pribum secara kecil-kecilan yang dilakukan di Martapura sepanjang Sungai Barito, sepanjang Mahakam Hulu dan Sungai Berau. Pada tahun 1903, dengan penanaman modal Belanda, tambang batubara terbesar di Pulau Laut mulai berproduksi dan menjelang tahun 1910 telah menghasilkan kira-kira 25 % dari semua keluaran Indonesia (Lindblad 1988).

Produksi tambang-tambang yang besar milik Belanda di ekspor, sedangkan kegiatan-kegiatan produksi yang lebih kecil diarahkan untuk pemasaran setempat. Kualitas batubara yang rendah dan tersedianya batubara dari Eropa yang lebih murah, terutama dari Inggris, akhirnya menyebabkan kemunduran pada pertambangan besar Belanda di Kalimantan. Namun penemuan ladang-ladang batubara baru akhirnya-akhirnya ini menyebabkan timbulnya perhatian baru terhadap batubara Kalimantan

Pertambangan mineral di Kalimantan dengan pola Penanaman Modal Asing di mulai dengan kontrak kerja Generasi III+, yaitu Indo Muro Kencana di Kalimantan Tengah dan Kelian Equatorial Mining di Kalimantan Timur. Sedangkan Pertambangan Batu Bara di mulai dengan Generasi Pertama oleh Adaro dan Arutmin di Kalimantan Selatan dan di Kalimantan Timur oleh Berau Coal, Indominco Mandiri, KPC, Kideco Jaya Agung, Multi Harapan Utama, Tanito Harum.

Saat ini setidaknya terdapat 21 perusahaan besar pertambangan di Kalsel, 15 Perjanjian Kontrak Bagi hasil Batu Bara dan Kontrak Karya [KK] serta 154 KP, sementara 15 Perjanjian Kontrak Bagihasil Batu Bara dan KK serta 188 Karya Pertambangan di Kalimantan Tengah.

Eksploitasi kayu di Kalimantan telah berlangsung lama dan menempati kedudukan yang penting selama penjajahan Belanda. Mulai tahun 1904 sejumlah konsesi penebagan hutan telah diberikan di bagian hulu Sungai Barito dan daerah-daerah Swapraja di pantai timur, khusunya Kutai (Potter 1988).

Kayu yang di eksploitasi 80% adalah kayu Depterocarpaceae, sedangkan kayu yang berasal dari pantai timur terutama adalah kayu besi (van Braam 1914). Hamparan hutan Dipterocarpaceae yang luas di pantai timur lebih sukar untuk dieksploitasi dan berbagai upaya pada permulaan gagal, meskipun dengan penanaman modal besar (Potter 1988).

Tahun 1942 petugas-petugas penjajah Belanda menyiapkan peta hutan yang bersipat menyeluruh untk karesidenan Borneo Selatan dan Borneo Timur (meliputi Kalteng-sel-tim) yang menunjukkan bahwa 94% luas karesidenan merupakan daerah yang tertutup hutan. Angka-angka mengenai luas lahan berhutan yang diterbitkan pada tahun 1929 masih dijadikan dasar dalam pemberian ijin konsesi penebangan hutan pada tahun 1975 (Hamzah 1978; Potter 1988).

Sejak jaman penjajahan pelestarian hutan telah mendapat perhatian. Empat kawasan hutan ditetapkan sebagai cagar hidrologi di Borneo Tenggara yaitu gunung-gunung di Pulau Laut, dan tiga cagar alam meliputi Pegunungan Meratus yang membujur dari utara ke selatan (van Suchtelen 1933).

Pembalakan kayu secara massif dimulai pada tahun 1967, saat itu 77% luas hutan atau seluas 41.470.000 dinyatakan milik negara. Pada waktu itu pemerintah menghadapi masalah-masalah ekonomi yang berat sehingga membirikan konsesi kayu dengan murah kepada perusahaan-perusahaan asing yang berniat untuk mengeksploitasi hutan tropis yang luas.

Menjelang tahun 1972 luas daerah konsesi mencapai 26,2 juta hektar dan kemudian meningkat menjadi 31 juta ha pada tahun 1982 terutama di Kalteng dan Kaltim (Ave dan King).

Industri Perkebunan Besar di Kalimantan bermula di Kalimantan Barat sekitar awal tahun 1980-an, oleh PTPN, sebuah BUMN. Di Kalimantan Barat di pegang oleh PTP/PTPN VII dengan kontor direksi di Pontianak. Dari sana muncul fenomena Sanggau sebagai Primadona Sawit. Lahan yang digunakan untuk kegiatan budidaya perkebunan ini dapat dikatakan sebagai APL (Area Penggunaan Lain) yang berasal dari kawasan hutan.

Tahun 2006 di Kalimantan Tengah telah dialokasikan areal seluas 4.5 juta ha untuk Perkebunan Besar Swasta. Saat ini terdapat 104 PBS operasional dengan seluas 1,7 juta ha dan 196 PBS belum operasional seluas 2,8 juta ha.

Kalimantan Selatan berencana membangun seluas 1,1 juta ha, dimana 400 ribu ha sudah operasional dan peruntukan baru untuk perkebunan sawit seluas 700 ribu ha. Sedangkan di Kalimantan Timur dilakukan pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan seluas 2,6 juta ha [2005], dimana 4,09 juta hektare yang diperuntukkan bagi 186 perusahaan, namun yang aktif 34 perusahaan. Sementara Kalimantan Barat [Juli 2006] telah memberikan ijin lokasi perkebunan kelapa sawit seluas 1.461.648 ha kepada 79 perusahaan. Dari jumlah itu seluas 127.100 ha merupakan kawasan hutan yang dialihfungsikan / konvesi. Dengan demikian total se-Kalimantan akan di bangun perkebunan tidak kurang dari ± 10 juta hektare.

Sayangnya, pembangunan dan exploitasi sumberdaya alam, khususnya hutan untuk perkebunan dan konversi lainnya di Kalimantan tidak memperhitungkan kondisi tutupan hutan yang sudah semakin menipis dimana : Hutan primer hanya tersisa 15.65 %, Hutan sekunder 16,93 % Hutan primer lahan basah 0.26%, hutan sekunder lahan basah 11.31 % dan sisanya sebesar 55.84 % kawasan non hutan. [Sumber : Analisa Citra landsat 2003].


==============================================
Nordin, Save Our Borneo

Bisnis Agrofuel, Kolonialisasi Perkebunan

KOLOM, 46-47



Bisnis Agrofuel, Kolonialisasi Perkebunan



Khalisah Khalid

Dewan Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)

Biro Politik dan Ekonomi Sarekat Hijau Indonesia


Tergelincir Sawit

Meningkatnya permintaan bahan bakar nabati untuk pemenuhan energi yang dipandang tidak terlalu mencemari lingkungan hidup dan berkontribusi terhadap perubahan iklim, terutama di negara-negara industri, telah mendorong terjadinya perluasan perkebunan penghasil bahan baku nabati. Kebijakan investasi global lebih diarahkan pada pemenuhan industri penghasil energi nabati, termasuk terhadap penyediaan bahan baku. Kondisi ini mendorong pada terjadinya "pemaksaan" perluasan perkebunan penghasil bahan baku energi nabati, di wilayah-wilayah yang "dipandang" mampu menyediakan lahan skala luas. Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, mentargetkan luasan yang luar biasa untuk menjadi hamparan perkebunan besar kelapa sawit, kedelai maupun tebu, yang diarahkan pada dukungan terhadap energi nabati.

Pilihan komoditi lalu diarahkan pada kelapa sawit, karena dipandang komoditi ini mampu menyediakan kebutuhan energi "hijau" dalam jumlah yang cukup besar. Yang menjadi masalah kemudian adalah agrofuel berkembang mengikuti hasrat pasar, dan sebagai komoditas untuk memenuhi akumulasi modal tentunya. Paling tidak, ada tujuh kelompok besar industri yang berada dibalik bisnis Agrofuel di Indonesia yang menguasai kurang lebih seribu tujuh ratus hektar. Inilah yang kemudian terjadilah beragam permasalahan di wilayah perkebunan besar maupun pada industri pengolahan dasar, semisal konflik tenurial, kekerasan, penghilangan lahan-lahan produktif, krisis air, hingga pencemaran.

Berbagai permasalahan umum yang hadir pada setiap rantai produksi bahan bakar nabati terhadap komunitas lokal, diantaranya adalah: (1) meningkatnya beban kelola rumah tangga; (2) hilangnya sumber pangan akibat hilangnya lahan produktif pertanian; (3) meningkatnya biaya untuk pemenuhan kesehatan, energi dan air; (4) hilangnya sistem sosial dan budaya; dan lain sebagainya. Berbagai fakta penghancuran inilah yang menjadi indikator bahwa perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu basis produksi kotor yang diandalkan Indonesia, setelah industri tambang.

Kolonialisasi Perempuan di Perkebunan

Masalah lainnya adalah jika bisnis agrofuel ditarik pada garis sebuah entitas yang berjenis kelamin sosial perempuan. Dalam peristiwa yang ada diatas, nampaknya cerita perempuan sungguh jauh dari pembahasan tentang industri sawit, jika tidak mau dikatakan dihilangkan dari seluruh cerita tentang sawit. Dalam peristiwa kebanyakan yang bicara soal ekstraksi sumber daya alam, cerita perempuan menjadi sangat jauh dan seringkali kebijakan yang dipilih oleh pemerintah yang selalu bicara soal perluasan produksi, harga sawit, pasokan dan seterusnya yang tidak relevan dengan cerita kekerasan yang dialami oleh perempuan yang hidup di sekitar perkebunan besar kelapa sawit.

Selain berbagai persoalan yang ditimbulkan sebagai dampak dari agrofuel, ada hal mendasar lainnya yang secara spesifik dialami oleh perempuan. Ekologi politik feminis melihat aspek pengetahuan, hak atas kekayaan alam dan sumber –sumber kehidupan, termasuk di dalamnya aspek akses dan kontrol, serta aspek institusi pengurusan kekayaan alam dan perjuangan merebut kembali hak atas pengurusan kekayaan alam dari perspektif gender, kelas, etnisitas, dan aspek-aspek lain (Rocheleau, Thomas-Slayter, Wangari 1996).


Pendekatan ini membuka peluang untuk melihat relasi kekuasaan dalam masyarakat yang dipengaruhi gender, kelas, etnisitas, agama, dan aspek-aspek lain. Pendekatan ini juga mengakui bahwa perempuan bukan entitas homogen dan bahwa perempuan memiliki kompleksitas posisi, fungsi, dan permasalahan yang dihadapi berdasarkan perbedaan kelas, etnisitas, dan hal-hal lainnya, sehingga pengalaman dan reaksi perempuan terhadap satu isu akan berbeda dengan perempuan lainnya.


Dengan menggunakan pisau analisis ekologi politik feminis, cerita yang diungkapkan oleh perempuan yang tinggal di area perkebunan besar kelapa sawit, mencoba untuk lebih dalam melihat bagaimana lapis kekerasan yang dialami oleh perempuan di perkebunan besar kelapa sawit disebabkan oleh penguasaan sumberdaya alam oleh para pihak yang memiliki kekuasaan, baik secara kultural maupun struktural dengan aktor utama negara dan pasar. Yang menghasilkan sebuah potret dari alur cerita penghancuran sumberdaya alam yang menciptakan sebuah rangkaian peristiwa yang menyebabkan terganggunya atau putusnya sumber-sumber kehidupan perempuan, terutama dari kelas sosial yang paling rendah. Dimana, peristiwa tersebut bisa berulang, berbabak-babak, berubah bentuk maupun pelaku.

Akumulasi dari beragam permasalahan pada penyediaan bahan bakar nabati, memberikan dampak yang lebih besar kepada kelompok rentan, yaitu perempuan dan anak. Dalam setiap rantai produksi tetes-demi-tetes bahan bakar nabati, terdapat beragam permasalahan yang menjadikan perempuan sebagai korban yang menerima dampak yang lebih besar di dalam sebuah komunitas korban bahan bakar nabati.

Sejak perkebunan besar kelapa sawit masuk, perempuan kehilangan akses dan kontrolnya terhadap tanah, dan menempatkan perempuan sebagai buruh di perkebunan sawit tanpa adanya perlindungan formal sebagai tenaga yang membuahi dan menyemprot dengan menggunakan pestisida yang berbahaya bagi kesehatan perempuan. Konflik terjadi, bukan hanya karena terjadinya perbedaan persepsi antara komunitas lokal dengan pelaku pendukung agrofuel baik pasar maupun pemerintah. Konflik terjadi, karena kebijakan agrofuel telah mengabaikan pengetahuan dan pengalaman perempuan didalam mengelola sumber kehidupannya, khususnya sebagai penjaga dan pengelola sistem produksi rumah tangga dan produksi sosial. Bukankah pengabaian sebuah entitas dengan semua pengetahuan dan pengalaman yang melekat dalam dirinya sebagai sebuah bangunan tatanan social, merupakan bentuk yang paling mendasar dari sebuah pelanggaran terhadap hak asasi manusia?

Kondisi ini diperparah dengan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh industri sawit yang memang diketahui mempengaruhi air sungai masyarakat setempat. Kondisi ini bukan tidak disadari oleh perempuan yang bekerja sebagai buruh perempuan, tapi mereka tidak punya pilihan ekonomi lain untuk menjaga kelangsungan hidup keluarganya. Terlebih, perkebunan besar kelapa sawit secara struktural juga membangun sistem kapital yang mampu menciptakan perubahan pola konsumsi pada perempuan dan masyarakat yang dibangun sedemikian sistemik oleh pasar, sehingga mampu merubah persepsi atau pandangan perempuan terhadap kebutuhan hidupnya dan bahkan terhadap tubuh perempuan itu sendiri.

Potret kekerasan dalam pengelolaan sumber daya alam terhadap perempuan berbasis jender dalam sebuah relasi personal, dalam komunitas dan dalam lingkup negara yang terkait dengan agresi pasar dan alir kapital yang berdasarkan pada produksi kotor, ketamakan dan mengabaikan keberlanjutan lingkungan hidup, yang dalam konteks ini dapat ditemui dalam cerita situasi global produksi agrofuel di Indonesia . Kelangkaan dari daya dukung alam yang dikeruk tanpa mempertimbangkan kerentanan dan keberlanjutan lingkungan, yang terjadi karena intervensi pasar dan negara, telah menyebabkan konflik terjadi di tingkat masyarakat dengan mengabaikan pengalaman perempuan maupun keberadaan perempuan sebagai subyek keberlangsungan reproduksi sosial, dan pada akhirnya menempatkan perempuan kelas paling bawah berada dalam kondisi terpuruk, terpinggirkan dan terabaikan dalam seluruh cerita yang bernama bisnis Agrofuel.

Sumber: FORUM Keadilan: No. 36,11 Januari 2009




--
Khalisah Khalid
Mobile Phone : +62813 11187 498
Email : sangperempuan@ gmail.com
YM : aliencantik@ yahoo.com
www.sangperempuan. blogspot. com

Rejuvenasi Gerakan Mahasiwa: Sebuah Kebutuhan Mendesak

Eka Nada Shofa Alkhajar

“Lebih baik diasingkan daripada menyerah kepada kemunafikan” (Soe Hok Gie).


Letupan semangat dari seorang aktivis dan demonstran bernama Gie seakan menjadi sebuah nilai idealis yang senantiasa mengilhami Gerakan Mahasiswa (GM) untuk tetap bertahan ditengah benturan zaman yang terus bergulir. Siapa yang memungkiri peran dari GM dalam mewarnai sejarah perjalanan bangsa Indonesia? Tidak ada.


Tak dapat dipungkiri bahwa GM memiliki peranan yang tidak dapat dilupakan dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Sejumlah fakta sejarah menggambarkan peran dan kekuatan GM dalam mendorong terjadinya gelombang perubahan. Tumbangnya Orde Lama (Soekarno) dan Orde Baru (Soeharto) adalah bukti dari keampuhan GM.


Namun, kini berbicara tentang GM sudah menjadi sebuah keyakinan bersama (common sense) yang berkembang di tengah masyarakat bahwa GM kini sudah melempem tak punya taji seperti dulu. Sialnya, hingga kini mahasiswa sekarang masih terus diajak untuk menyaksikan film dokumenter mengenai keheroikkan mahasiswa angkatan ’98 yang berhasil menjatuhkan rezim orde baru kala itu. Mereka diajak dalam romantisme sejarah yang sudah-sudah sampai harus terbuai di dalamnya.


Memang di Indonesia katakanlah gerakan tahun 20-an, 40-an, 60-an 80-an, dan terakhir reformasi ’98 sebagai contoh dari hiruk pikuk dari gerakan mahasiswa yang menggema hingga sekarang. Hanya saja yang perlu dipahami dan disadari bahwa hal tersebut adalah sejarah yang sudah berlalu. Sudah saatnya GM hari ini membuat lukisan sejarahnya sendiri.


Denny J.A. (1990) dalam buku Gerakan Mahasiswa dan Politik Kaum Muda era 80-an, mengungkapkan pertanyaan menggugah yaitu dimanakah GM harus mengambil posisi? Adakah kekuatan politik GM masih diperhitungkan?


Untuk menjawab pertanyaan di atas tentu saja tidak mudah. Harus dipahami terlebih dahulu, bagaimana konteks dan realitas dimana GM itu berada. Pertanyaan di atas tidak akan relevan dilontarkan pada negara yang memiliki sistem politik yang sudah terlembaga dengan baik. Sebagaimana di negara-negara maju dengan separation of power yang tegas dan ketat. Karena di sana kekuatan mahasiswa adalah non-faktor. Sebaliknya, pertanyaan tersebut menjadi sangat relevan bagi kondisi sosial politik di Indonesia, lebih-lebih untuk saat ini.


Untuk konteks sekarang yang diperlukan adalah meluruskan kembali rel pergerakan mahasiswa secara hati-hati dan peka terhadap konstelasi politik yang sedang dan akan terjadi. Jika kita tidak ingin terjebak dalam romantisme gerakan semu atau bahkan terus dikebiri oleh penguasa. Tak ayal bahwa rejuvenasi (peremajaan kembali) GM menjadi suatu kebutuhan mendesak di tengah kondisi GM yang saat ini boleh dibilang mengalami stagnasi dimana GM kini belum mampu menjawab tantangan zaman yang semakin cepat.


Untuk itu perlu dibangun kesadaran kolektif (collective conciousness) bersama bahwa perjuangan GM harus mampu memberikan kontribusi positif dalam upaya menjawab permasalahan di lingkungan sosialnya dan substansial umat. Dimana hal penting yang dapat dimulai dan dilakukan saat ini adalah bergerak memberdayakan masyarakat/ basis sipil (local empowering) semisal melalui pengembangan mitra basis dengan jalan menjadi pengorganisir komunitas (community development) dan advokasi kepentingan publik yang mana peran itu kini telah diambil oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang belum tentu memihak kepada masyarakat.


Diharapkan dengan adanya rejuvenasi GM maka dengan perlahan ditepislah anggapan bahwa perjuangan yang baik haruslah perjuangan yang heroik dan berdarah-darah, melainkan hal ini dapat dilakukan dengan cara menjadi perjuang sejati yang concern menyelesaikan permasalahan rakyat di tingkat mikro. Bergabung bersama rakyat, tidak sekedar memobilisasinya, melainkan untuk mencerdaskannya.


Di era otonomi daerah yang ditandai dengan bergulirnya desentralisasi dan meluasnya partisipasi publik seharusnya menuntut GM untuk mengalihkan perhatian dari isu-isu Jakarta, menjadi isu-isu daerah. Hal ini bukan berarti isu nasional tidak penting, tetapi akan lebih manis dan bermakna untuk memecahkan masalah yang lebih dekat terlebih dahulu.


Selain itu, GM seperti HMI, KAMMI, IMM, PMII, GMNI, GP, PMKRI dan sebagainya diharapkan mampu menjadi kelompok penekan (presssure group) untuk mendorong terciptanya suasana yang ideal di tengah masyarakat. Kelompok penekan disini sebagaimana diungkapkan seorang pakar politik, Maurice Duverger, adalah “any group or organization which by persuasion, propaganda, or other means, regulary attempts to influence and shape the polices of goverment”. Kelompok penekan tidak langsung mengambil bagian dalam memperoleh kekuasaan atau dalam melancarkan kekuasaan itu sendiri, mereka bertindak untuk mempengaruhi kekuasaan sementara mereka tidak terlibat didalamnya; mereka melancarkan “tekanan-tekanan” atas kekuasaan yang sedang berjalan (Duverger, 1984).


Jika GM tidak mampu memainkan peranan dan memberikan kontribusi bagi pemecahan persoalan umat maka tak salah jika ada pendapat yang mengatakan bahwa GM kini lebih senang, maaf, hanya “beronani intelektual” saja. Hal ini bukanlah sesuatu yang harus ditanggapi dengan emosional akan tetapi dengan lapang dada sebagai sebuah kritik konstruktif bagi siapapun yang mengaku bagian dari GM. Sehingga GM nantinya tidak hanya pandai berwacana namun minim dalam aplikasi dan gerak.


Kedepan perlu dipahami bahwa GM merupakan sebuah kontinuitas gerak. Aktivis boleh berganti, strategi dan taktik dapat saja berubah, varian penindasan dapat saja lebih cantik, tetapi spirit perjuangan tidak akan pernah pudar. GM akan selalu hadir dalam dunia yang masih dikotomik. Artinya, bila ada kelompok yang menindas, GM akan melakukan perjuangan akselerasi bagi kaum tertindas. Hal ini sudah menjadi tanggung jawab moral GM untuk senantiasa memihak pada kaum yang tertindas. Kini rejuvenasi gerakan menjadi keharusan bagi GM untuk tetap mewarnai dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara. Sudah saatnya GM mulai berpikir untuk ”berjuang dalam bentuk lain”. Tidak melulu dalam gerakan ”asal bersebrangan dengan penguasa” maupun ”gerakan yang selalu berimplikasi politik”. Mungkin refleksi yang tepat bagi GM di awal tahun 2009 yang baru saja bergulir ini adalah apabila GM tidak menjadi bagian dari pernyelesaian masalah maka bisa jadi GM adalah bagian dari masalah itu sendiri. Gerakan Mahasiswa, Ayo Bergerak!.


Ketua Umum HMI Cabang Surakarta

Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Komunikasi UNS Solo,

Penulis buku “Pahlawan2 yang Digugat”

Sumber: HMI Cabang Surakarta

Let's Visit My Personal Web
www.ressay.co. nr

Salam Ke-Manusiaan... Untuk Palestina

Salam Ke-Manusiaan...


Mari kita dukung Misi Kemanusiaan MER-C ke Palestina.

KETIK:
MERC[spasi]PEDULI

Kirim ke 7505 (berlaku bagi semua operator)

untuk memberikan donasi Rp 5000,-

Rp.5000 mungkin kecil tetapi kalau terkumpul dari bangsa Indonesia tentu sangat berarti bagi saudara kita di Palestina.

Mohon sampaikan email ini ke semua saudara, sahabat dan kolega.

paling tidak ini yang bisa kita lakukan sodaraku...
Salam^_^

KESEJAHTERAAN - Nasib Korban Konflik Dipertanyakan

KESEJAHTERAAN
Nasib Korban Konflik Dipertanyakan
Jumat, 2 Januari 2009 | 01:12 WIB

Jakarta, Kompas - Kelangsungan hidup sedikitnya 1.300 warga Dusun Suluk Bongkal, Desa Beringin, Kabupaten Bengkalis, Kepulauan Riau, yang sebagian besar melarikan diri masuk ke hutan setelah penyerangan polisi pada 18 Desember 2008 hingga sekarang masih dipertanyakan. Pemerintah didesak untuk menyatakan penyerangan itu sebagai pelanggaran hak asasi manusia.

”Suplai makanan tidak bisa kami sampaikan karena tidak diketahui keberadaan dan kelangsungan hidup warga yang melarikan diri ke hutan-hutan,” kata Kepala Departemen Advokasi dan Jaringan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Teguh Surya dalam konferensi pers bersama Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (Kasbi) dan Federasi Serikat Pekerja Pulp dan Kertas Indonesia (FSP2KI), Rabu (31/12) di Jakarta.

Penyerangan Dusun Suluk Bongkal terkait penggusuran warga yang dianggap menempati lokasi pemberian hak pengusahaan hutan tanaman industri (HPHTI) kepada perusahaan swasta yang diizinkan mengelola areal seluas 299.975 hektar sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 743/Kpts-II/ 1996.

Walhi mendukung warga untuk bersikeras mempertahankan lokasi dengan dasar penetapan Dusun Suluk Bongkal sah sebagai perkampungan yang ditetapkan Bupati Bengkalis, 12 Maret 2007, seluas 4.856 hektar. Hal itu tertuang pula di dalam Lembaran Pemkab Bengkalis.

PHK buruh

Pada konferensi pers tersebut, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kasbi Khamid Istakhori dan Sekjen FSP2KI Etin Rodiana menyampaikan, saat ini terjadi akal-akalan perusahaan industri pulp dan kertas melalui pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap para buruhnya dengan alasan kekurangan pasokan bahan baku. Padahal, PHK itu digunakan sebagai upaya negosiasi perusahaan dengan pemerintah untuk menambah luasan izin pengelolaan hutan alam.

”Serikat buruh menolak tegas dilakukannya PHK sebelum diketahui kapasitas pasokan bahan baku dari areal hutan yang dikelola setiap perusahaan sesuai perizinan yang dimiliki,” kata Etin. (NAW)

Duh! Nelayan Cuma Melaut 180 Hari Setahun

Duh! Nelayan Cuma Melaut 180 Hari Setahun

Vina Nurul Iklima

(inilah.com/ Raya Abdullah)
INILAH.COM, Jakarta - Gejala krisis ikan nasional telah menunjukkan wujudnya. Hal ini makin beratnya beban hidup nelayan nusantara. Frekuensi nelayan melaut sepanjang tahun 2008 hanya 180 hari.

"Dalam sebulan rata-rata frekuensi melaut hanya 9-15 hari. Dengan kata lain, frekuensi nelayan melaut sepanjang tahun 2008 hanya sekitar 180 hari," kata pakar Kelautan M Riza Damanik dalam Evaluasi Total Indonesia di 2008 di Jakarta, Senin (29/12).

Selain itu sebagian hari lainnya, perahu nelayan tradisional tidak beroperasi atau hanya bersandar di pantai. Faktor dominan fenomena ini ada beberapa hal.
"Adanya keterbatasan alat tangkap dan kurangnya permodalan, wilayah tangkapan yang tercemar, perubahan cuaca yang tidak menentu dan pasang tinggi," ujar Riza.
Riza mengatakan dari semua itu faktor yang mendasar adalah akibat kenaikan harga BBM. 4 Dari 10 armada perikanan tadisional tidak dapat melaut.

Menurutnya, tren impor yang terus membesar adalah konsekuensi dari kekeliruan kebijakan ekspor perikanan nasional yang dilakukan oleh pemerintahan. Selain itu, lanjutnya, volume impor dalam empat tahun terkahir mengalami lonjakan lebih dari 100 persen menjadi 104.800 ton per Januari-Oktober 2008.
"Hal itu karena SBY-JK tidak punya prespektif yang handal dan tegas terhadap wilayah pesisir kelautan Indonesia," ungkap Riza.
Harus ada pembenahan mengenai masalah nelayan dan masyarakat di pesisir. "Tahun 2009 pemimpin nasional ke depan harus mampu mengoperasionalkan model pembangunan negara kelautan sebagai basis pilihan kebijakannya, " kata dia.
Hal itu menurut Riza karena karakter ekologis, ekonomi sosial, dan politik dengan segenap potensi, tidak ada alasan untuk tidak memperkuat ranah kelautan nasional. [ikl/ana]



http://inilah. com/berita/ politik/2008/ 12/29/72007/ duh-nelayan- cuma-melaut- 180-hari- setahun/

POLITIK
29/12/2008 - 20:20



M.Riza Damanik
Secretary General of KIARA (Fisheries Justice Coalition)

Address. Jl. Tegal Parang Utara No. 43
Pancoran, Jakarta Selatan
INDONESIA 12790
Mobile. +62 818773515
Telp/Fax. +62 21 7970482Email: mriza_damanik@ yahoo.com; riza.damanik@ gmail.com; riza@kiara.or. id
Website:www. kiara.or. id

‘NEW GLOBAL LAND GRAB’ : Rich states target poor’s farmland

Philippine Daily Inquirer

Posted date: January 05, 2009

KUALA LUMPUR—Resource- hungry nations are snapping up huge tracts of agricultural land in poor Asian nations, in what activists say is a “land grab” that will worsen poverty and malnutrition.

Global trends including high prices for oil and commodities, the biofuel boom and now the sweeping downturn are spurring import-reliant countries to take action to protect their sources of food.

China and South Korea, which are both short on arable land, and Middle Eastern nations flush with petrodollars, are driving the trend to sign up rights to swathes of territory in Asia and Africa.

In the Philippines, a series of high-profile deals has clashed with long-running demands for agrarian reform, including land redistribution.

The Department of Agrarian Reform said in 2007 it was looking at large tracts of land for agribusiness development under a memorandum of understanding signed with China. The memo calls for the development of land to grow hybrid corn, rice and sorghum.

Because of protests, the Department of Agriculture suspended plans to allow China to use 1.24 million hectares of Philippine agricultural land.

“It will aggravate the problem of landlessness, the insufficiency of land for Filipino peasants,” Anakpawis party-list Rep. Rafael Mariano said of the land deals.

Qatar lease of RP land

However, the Philippine government is undeterred and during President Macapagal-Arroyo’ s visit to Qatar in December, officials opened talks over the lease of at least 100,000 hectares of agricultural land to the emirate.

“Today’s food and financial crises have, in tandem, triggered a new global land grab,” the Spain-based agricultural rights group Grain said in a recent report.

The group said that some deals were targeted at boosting food security by producing crops that would be sent back home for consumption, while others were to establish money-making plantations like palm oil and rubber.

“As a result of both trends, fertile agricultural land is being swiftly privatized and consolidated by foreign companies in some of the world’s poorest and hungriest countries,” it said.

Daewoo deal in Madagascar

In one of the biggest deals, South Korea’s Daewoo Logistics said in November it would invest about $6 billion to develop 1.3 million hectares of land in Madagascar—almost half the size of Belgium.

Daewoo plans to produce 4 million tons of corn and 500,000 tons of palm oil a year, most of which will be shipped out of impoverished Madagascar—where the World Food Program (WFP) still provides food relief.

“We will build everything from ports and railways to markets on a barren and untouched area,” said Shin Dong-Hyun of Daewoo.

Although commodity prices have fallen from their highs earlier this year, resource-poor and heavily populated countries are still concerned about securing long-term supplies.

Walden Bello of the Bangkok-based advocacy group Focus on the Global South said the looming global recession was not likely to halt the trend which he fears will worsen the lot of landless peasants.

“In a situation where global agricultural production has become so volatile and unpredictable, I would not be surprised if the Middle Eastern countries that are engaged in this would continue to push on,” he told Agence France-Presse.

Bello said that many of the deals were struck in dysfunctional and corruption-ridden nations, and rejected claims the land being signed away is of poor quality, and that the projects will bring jobs and improve infrastructure.

“What we’re talking about is private parties using state contracts to enrich themselves,” he said. “It’s an intersection of corrupt governments and land-hungry nations.”

Kuwait loan for Cambodia

In Cambodia, where the WFP also supplies aid, oil-rich Kuwait in August granted a $546-million loan in return for crop production.

Undersecretary of State Suos Yara said Cambodia was also in talks with Qatar, South Korea, the Philippines and Indonesia over agricultural investments, including land concessions.

“If we do this work successfully, we can get at least $3 billion from these agricultural investments,” he said.

“With the (global financial) crisis, this is a chance for Cambodia to look to the future by pushing agriculture in order to attract foreign investments,” he added.

But opposition lawmaker Son Chhay said he was suspicious about why a wealthy nation like Kuwait needed to lease land to grow rice rather than just import the grain.

“Cambodian farmers need the land,” he said, urging the government to limit the area under lease and ensure Cambodia was not plundered by foreign nations.

Serious danger

Bello said he expected these sorts of deals to increase, forcing peasants from rural areas and into cities where together with the global downturn they will add to the ranks of the unemployed.

“It’s particularly explosive in those countries where you have a high degree of landlessness, like the Philippines where 7 out of every 10 rural people do not have access to land,” he said.

In the impoverished and corrupt dictatorship of Laos, some experts say that between 2 million and 3 million hectares have been parceled off in a rampant and uncontrolled process that has now been suspended by the government.

The UN’s Food and Agriculture Organization (FAO) has sounded alarm over the loss of land in a country where in rural areas, every second child is malnourished and access to land for foraging of natural resources is critical.

“If the environment is changed, with the trees cut and replaced with industrial crops,” said FAO representative in Laos, Serge Verniau, “they can face serious danger.”
©Copyright 2001-2009 INQUIRER.net, An Inquirer Company

Intervensi Sistematis dalam Pengadilan Muchdi

SIARAN PERS KASUM



PUTUSAN BEBAS MUCHDI :

Intervensi Sistematis dalam Pengadilan Muchdi





Komite Solidaritas Aksi untuk Munir mempertanyakan kredibilitas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang membebaskan Muchdi Purwopranjono sebagai terdakwa pembunuh Munir. Putusan ini telah melukai rasa keadilan dan tidak sesuai dengan komitmen pemerintah dalam menegakkan hukum dan HAM.



Kami menengarai putusan ini sarat intervensi politik. Kami mengkawatirkan jaksa penuntut umum dan majelis hakim bekerja di bawah tekanan berbagai pihak yang berkuasa sehingga independensi dan objektivitas pengadilan dengan mudah digadaikan. Ironis, karena berdasarkan hasil pemantauan persidangan yang kami lakukan, telah terurai benang merah keterlibatan Muchdi PR selaku penggerak/penganjur atas terbunuhnya Munir. Majelis hakim telah dengan sengaja bersikap parsial dengan memilih fakta-fakta yang menjadi pertimbangan dalam mengambil keputusan.



Beberapa catatan kami terhadap proses persidangan ini adalah sebagai berikut :



Pertama, sejak awal jaksa penuntut umum telah membuat dakwaan dan tuntutan yang lemah. JPU memasukkan motif pembunuhan dalam dakwaan dan secara politik mencederai penuntutan dengan hanya menuntut Muchdi selama 15 tahun..



Kedua, fakta-fakta di persidangan membuktikan adanya operasi intelejen illegal yang juga melibatkan beberapa anggota BIN. Sebagai bagian dari operasi intelejen, tentunya berbagai tindakan kejahatan dibuat secara tertutup sehingga bukti-bukti petunjuk yang ada seharusnya dapat menjadi pertimbangan majelis hakim untuk membuka kebenaran.



Ketiga, pembunuhan Munir merupakan kasus konspirasi. Namun metode pembuktian yang dilakukan oleh Majelis hakim tidak dengan cermat meneliti keterlibatan berbagai pihak tersebut untuk menarik jelas rangkaian konspirasi pembunuhan ini. Seharusnya pemeriksaan, pembuktian dan pembuatan putusan didasarkan pada fakta adanya konspirasi ini. Hakim hanya menilai fakta-fakta tertentu yang terungkap di pengadilan secara konvensional dan menutup mata terhadap jalinan rangkaian fakta yang menunjukkan adanya konspirasi tersebut. Akibatnya seluruh peristiwa seakan merupakan peristiwa yang berdiri sendiri dan tidak saling berkaitan..



Keempat, dari pertimbangan putusan terbukti adanya keterlibatan BIN yang melakukan penyalahgunaan kekuasaan. Hal ini dapat menjadi titik tolak untuk mencari lebih lanjut akar penyalahgunaan kekuasaan untuk melakukan pembunuhan terencana kepada Munir. Penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh pejabat publik merupakan pelanggaran hukum. Sehingga harus ada sanksi tegas bagi pelakunya.



Kelima, majelis hakim membiarkan berlangsungnya suasana persidangan yang intimidatif. Penarikan kesaksian dari beberapa anggota BIN dengan alasan yang sama dan seragam semestinya menjadi pertimbangan hakim untuk menggali lebih lanjut penyebab penarikan kesaksian tersebut. Ditengarai intervensi dan ancaman kepada para saksi membuat para saksi menarik kesaksiannya.



Kami meminta Jaksa Agung untuk memastikan kasasi dijalankan dengan kembali menggali fakta-fakta yang telah terungkap di persidangan serta memperhatikan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan terdakwa lainnya, Pollycarpus dan Indra Setiawan.



Secara khusus kami meminta Presiden untuk memberikan perhatian penuh atas perkembangan kasus ini. Pemerintah SBY harus memanfaatkan waktu di akhir pemerintahannya untuk menepati janjinya ini.



Masyarakat telah cukup dewasa untuk memahami carut marutnya dunia peradilan Indonesia. Dunia internasional juga mengawal proses ini sebagai bagian dari komitmen Indonesia dalam melindungi HAM. The test of our history akan menjadi sejarah gelap jika bangsa ini terus dikungkung oleh kuasa yang tak terjamah hukum. Putusan PN Jakarta Selatan yang membebaskan Muchdi bukanlah akhir dari perjalanan pengungkapan kebenaran atas kasus pembunuhan Munir.





Jakarta, 1 Januari 2009



Komite Solidaritas Aksi Untuk Munir (KASUM)

Kondisi Lingkungan Hidup Kalimantan Tengah

Refleksi Akhir Tahun 2008 & Prediksi Tahun 2009

Kondisi Lingkungan Hidup Kalimantan Tengah



Dikeluarkan oleh ; WALHI Kalimantan Tengah


Sumber daya alam Kalimantan Tangah selama ini dikenal sebagai salah satu potensi besar guna mendukung kebijakan investasi oleh Pemerintah Indonesia , baik itu investasi modal asing maupun investasi modal dalam negeri .

Selain hutan dengan potensi kayu dan keanekaragaman hayati, luas wilayah yang dianggap berpotensi untuk membuka areal perkebunan skala besar mendukung kebijakan investasi asing, selain itu potensi berbagai sumber daya mineral yang cukup besar seperti emas, batubara, bijih besi dan lainnya. Hanya disayangkan kekayaan alam tersebut tidak dikelola dengan baik dan benar. Kebijakan pengelolaan sumber daya alam tidak mengindahkan kaidah dan prinsip-prinsip lingkungan, HAM dan keadilan. Hasilnya hanya dinikmati oleh sekelompok dan segelintir orang namun dampak negatifnya dirasakan oleh hampir seluruh rakyat di Kalimantan Tengah

Kekayaan alam secara terus menerus dieksploitasi tanpa terkendali dan tanpa memperhitungkan dampak-dampak negatif yang ditimbulkannya. Penggerusan sumber daya alam itu terjadi secara legal maupun illegal, aktivitasnya terus berlangsung tanpa ada kontrol yang baik dari pemerintah. Kondisi ini karena para pengambil kebijakan di Kawasan ini baik itu pihak eksekutif maupun legeslatif hanya memikirkan kepentingan ekonomi jangka pendek yang mementingkan peningkatan PAD (pertumbuhan ekonomi jangka pendek) dan masih belum berpihak pada lingkungan dan rakyat serta paradigma berpikir yang tidak kritis dan memaknai sumber daya alam hanya sebatas benda yang harus di eksploitasi.



GAMBARAN PEMANFAATAN SDA

Berdasarkan Perda Nomor 8/2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi [RTRWP], Kalimantan Tengah dengan luasan 15.356.800 ha dialokasikan sebagai kawasan hutan seluas 10.294.853,52 ha (64,04%) dengan luas hutan produksi 8.038.972,02 ha dan sisanya sebagai hutan lindung dan konservasi. Dari luas kawasan hutan tersebut sampai saat ini terus mengalami degradasi yang diakibatkan kerakusan system pengerukan sumber daya hutan antara lain karena illegal logging yang masih marak terjadi, HPH, pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit skala besar, pengupasan tanah untuk pertambangan batubara dan emas. BP. DAS Kahayan mencatat bahwa laju lahan kritis setiap tahun antara 25.000-200.000 Ha/tahun, sementara kemampuan pemerintah menanganinya hanya berkisar 25.000-30.000, dan lahan kritis seluas 2,669 juta ha, sementara Gubernur Kalimantan Tengah sendiri telah menyampaikan bahwa kondisi hutan rusak di Kalteng seluas 7,27 juta hektar. Sebuah angka laju degradasi yang sangat parah.

Terkait untuk menjawab isu global warming yang menjadi perhatian seluaruh dunia, Kalimantan Tengah merupakan salah satu wilayah yang hutannya masih tersisa dan kemungkinan masih bisa diselamatkan, wilayah Kalteng yang notabene terdiri dari areal gambut dengan luasan lebih dari 3 juta hektare dengan sebaran lahan gambut terbesar berada di Kabupaten Katingan, Kahayan Hilir, Kapuas, Kotawaringin Timur, dan Kabupaten Seruyan. Kondisi yang terjadi hampir 14 % diantaranya sudah menjadi areal perkebunan kelapa sawit.

Berdasarkan data dinas Perkebunan Kalimantan Tengah menyebutkan bahwa perusahaan yang sudah mendapat ijin dan sudah beroperasi per Januari 2007 seluas 1.682.060 ha sementara itu konsesi perusahaan yang sudah mendapatkan ijin namun belum beroperasi seluas 2.461.930 ha. Dapat dibayangkan bagaimana system kerja perkebunan-perkebun an besar tersebut, melakukan land clearing dan baru kemudian dilakukan penanaman, bahkan bisa terjadi perusahaan hanya melakukan land clearing untuk dijual kayunya, sementara lambat melakukan penanaman sawit dengan alasan investasi, selain itu juga terdapat tarik menarik antara kebijakan pemerintah pusat dan daerah..

Terkait dengan Inpres No 02/2007 tentang PLG, Dinas Perkebunan Kalimantan Tengah menyebutkan, hingga tahun 2007 terdapat 20 perkebunan besar yang mengantongi ijin usaha di kawasan Pengembangan Lahan Gambut (PLG) seluas 304 ribu hektare dan 17 diantaranya adalah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang menguasai lahan seluas 292 ribu hektare.

Instruksi Presiden No 02 tahun 2007 tentang Percepatan Rehabilitasi Dan Revitalisasi Kawasan Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah kurang lebih 1,1 juta hectare, berdasarkan instruksi tersebut kawasan pengembangan lahan gambut harus dikonservasi dan dikembalikan pada keadaan semula dan 0,3 juta hektare bisa dimanfaatkan untuk pengembangan pertanian, khususnya persawahan padi. Disebutkan juga bahwa alokasi lahan untuk pengembangan dan perluasan perkebunan kelapa sawit dibatasi hanya 10.000 hektare.

Berdasarkan Inpres tersebut seharusnya dilakukan evaluasi dan pencabutan ijin perkebunan, namun nyatanya hingga saat ini banyak perusahaan yang ijinnya masih belum dicabut dan masih beroperasi karena jika ijin dicabut maka perusahaan akan menuntut ganti rugi kepada pihak pemerintah daerah.

Untuk perkebunan sawit sampai tahun 2006 Kalimantan Tengah berproduksi 1,1 juta ton, sementara tahun 2007 terjadi peningkatan produksi 1,2 juta ton dengan areal tanam seluas setengah juta hektar, dan produksi akan ditingkatkan menjadi 2 juta ton pada tahun 2009, dapat dibayangkan berapa luasan hutan yang harus dibuka untuk memenuhi target tersebut tahun depan.

Selain perkebunan skala besar, sumber alam Kalimantan Tengah juga dianggap potensial adalah pertambangan, bahan tambang yang berpotensi besar adalah batu bara, sampai dengan tahun 2007 terdapat 15 perusahaan yang mengantongi ijin PKP2B dengan luasan konsesi 627.064,90 ha, dari luasan tersebut produksi batu bara Kalimantan tengah adalah 2 juta ton per tahun , sementara target produksi tahun 2007 adalah 5 juta ton dan produksi akan ditingkatkan menjadi 20 juta ton/tahun pada 2009.

Lebih celaka lagi setidaknya hingga kini ada 468 perusahaan tambang batu bara yang telah mengantongi ijin kuasa pertambangan (KP), sebagian besarnya dari 440 KP yang diterbitkan oleh para Bupati justru tidak mengantongi ijin pinjam pakai kawasan hutan




BENCANA BANJIR

Walaupun Kondisi lingkungan hidup di Kalimantan Tengah semenjak terlepas dari bencana kebakaran hutan dan lahan yang berdampak terhadap asap memang sudah tidak lagi terjadi sepanjang tahun 2008, namun bukan berarti bahwa Kalimantan terbebas dari bencana ekologis, kekacauan kondisi iklim dunia berpengaruh terhadap perubahan musim yang sangat mencolok di Indonesia, ketika didaerah lain mengalami kekeringan, justru di Kalimantan mengalami kelimpahan air bahkan hingga terjadi bencana banjir.

Setidaknya Banjir telah terjadi di hamper semua wilayah di Kalteng, di Murung Raya (DAS. Barito) pada bulan Mei 2008 menyebabkan 1100 rumah terendam, banjir juga terjadi di daerah Barito yang merendam pemukinam sepanjang aliran sungai dan juga menyebabkan 3 balita dan 1 orang dewasa meninggal dunia, Pada bulan September banjir kembali terjadi antara lain Katingan dan Kotawaringin Timur. Berdasarkan data dinas Kesejahteraan Sosial Kalteng selama tahun 2008 banjir di Katingan terjadi di 35 desa di 3 kecamatan yang berdampak pada 19.814 KK dan banjir di Kotim berdampak pada 2.613 KK (Kompas, 20 September 2008).Jika dibandingkan dengan tahun 2007, banjir mengalami peningkatan di tahun 2008 baik dari segi luasan maupun maupun intensitasnya.




DEGRADASI HUTAN SEBAGAI PENYEBAB BENCANA

Tingginya tingkat intensitas bencana yang terjadi di Kalteng tidak terlepas dari semakin hilangnya area peresapan air akibat degradasi hutan yang disebabkan karena pembukaan lahan untuk perkebunan skala besar dan pertambangan.

Degradasi hutan terjadi ketika dilakukan pembukaan areal hutan dalam skala luas, dan hal tersebut bisa dilakukan oleh perusahaan-perusaha an besar (HPH), perkebunan skala besar sawit yang menyebabkan hilangnya hutan primer, yang selanjutnya mengakibatkan habisnya sumber air, hilangnya tumbuhan obat, sumber makanan dan mata pencaharian masyarakat bahkan mengancam nilai spiritual dan budaya masyarakat. Ketika perusahaan telah mengantongi ijin dari pemerintah, segera dilakukan land clearing yang menghancurkan vegetasi hutan sebagai penyimpan air sehingga dampak selanjutnya ketika musim hujan terjadi kelimpahan air berlebih yang akhirnya terjaadilah banjir. Tidak hanya pembukaan perkebunan kelapa sawit, pertambangan juga berperan besar sebagai penyebab bencana banjir yang sering terjadi dalam beberapa tahun ini, Karena sangat jelas bahwa perusahaan tambang merusak lingkungan. Selain itu illegal logging juga masih marak terjadi di Kalimantan…………….

Berkenaan dengan bencana banjir, Kalimantan Tengah semestinya bisa belajar dari propinsi tetangga Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, karena kerakusan terhadap eksploitasi sumber daya alam melalui pembukaan area pertambangan batu bara, konsesi HPH,ekspansi perkebunan sawit secara besar-besaran, perusahaan perkayuan yang rakus sumber daya hutan yang pada akhirnya rutin setiap tahun terjadi banjir dan tanah longsor di daerah-daerah yang sumber daya alamnya di eksploitasi.




PREDIKSI BENCANA KEDEPAN

Kerusakan lingkungan hidup di Kalimantan Tengah kemungkinan besar akan terjadi seperti halnya di Kalsel atau Kaltim jika kebijakan pengelolaan sumber daya alam masih berkiblat pada asas eksploitasi besar-besaran untuk meningkatkan PAD.

Hasil analisis Walhi kalteng jika dikalkulasikan untuk target produksi tambang batu bara adalah 20 juta ton per tahun mulai 2009 maka konsekwensi yang akan diterima masyarakat adalah menanggung bencana empat kali lipat lebih berat dibandingkan tahun 2008, artinya diprediksikan terjadi perluasan daerah bencana. Selain itu cost yang harus disiapkan oleh pemerintah sebagai dana tanggap darurat juga harus lebih besar. Hal ini menjadi sebuah refleksi tentang apa yang sudah diambil dari alam Kalimantan tengah dengan apa yang di dapat oleh masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya. Hal itu baru dinilai dari pertambangan batu bara, bagiamana dengan pertambangan sumber mineral lainnya?

Selain itu, sektor perkebunan sawit juga menjadi ancaman bencana kedepan, jika, Data tahun 2007 menunjukkan bahwa 1.682.060 ha konsesi perusahaan sawit yang sudah operasional, sementara masih tersisa 2.461.930 ha ijin perusahaan perkebunan yang belum operasional. Artinya konsekwensi yang harus ditanggung masyarakat adalah bencana akibat pembukaan lahan dan hilangnya vegetasi sebagai penyimpan air maupun cathment area sebesar1,5 kali lipat dari tahun ini.

Selain terjadi bencana banjir, dampak lain sebagai ikutan kebijakan tersebut adalah terjadinya konflik status tanah dengan masyarakat lokal, pelanggaran HAM atas hak-hak masyarakat oleh perusahaan-perusaha an besar tersebut karena sudah mengantongi surat ijin atas nama Negara. Bahkan kenyataan yang terjadi dilapangan tidak sedikit perusahaan-perusaha an besar yang menyalahi aturan dengan memperluas ekspansi masuk ke wilayah kelola masyarakat. Maka upaya kriminalisasi terhadap rakyat diprediksikan akan semakin meningkat.




REKOMENDASI

Sebagai upaya meminimalisir terjadinya bencana dan kehancuran lingkungan hidup di Kalimantan Tengah, Pemerintah Daerah harus melakukan beberapa hal yaitu:



Pencabutan Ijin terhadap perusahaan dengan lokasi yang menyalahi aturan diatasnya

Pemerintah harus tegas terhadap perusahaan-perusaha an perkebunan atau pertambangan walalupun telah mengantongi ijin, namun ternayata berbenturan dengan inpres no 2/2007 tentang revitalisasi lahan gambut, maka harus segera dilakukan pencabutan ijin. Begitu juga terhadap ijin Kuasa pertambanagn yang tidak mengantongi ijin pinjam pakai kawasan hutan dari Menteri Kehutanan untuk segera ditindak tegas.


Evaluasi terhadap perusahaan-perusaha an kehutanan, perkebunan dan pertambangan

Evaluasi ini dilakukan dengan kebijakan yang mendorong dilakukan audit lingkungan hidup, artinya proses evaluasi yang dilakukan oleh penanggung jawab usaha atau kegiatan untuk menilai ketaatan terhadap prasarat hukum yang berlaku atau kebijakan dan standart yang ditetapkan sesuai dengan UU No 23/1997 dan telah diturunkan dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup mengenai audit lingkungan pada Kepmen LH No 30/2001. Evaluasi ini dilakukan sebagai evaluasi kepatuhan perusahaan dalam mengelola lingkungan, jika terjadi penyimpangan pemerintah harus menindak tegas terhadap perusahaan-perusaha an tersebut. Selain sebagai kontrol terhadap kualitas lingkungan, audit ini sebagai evaluasi terhadap pendapatan yang diterima daerah dari perusahaan-perusaha an tersebut.


Stop ijin baru untuk investasi yang cenderung melakukan eksploitasi sumber daya alam skala besar

Ijin baru bagi perusahaan-perusaha an besar perkebunan, pertambangan dan konsesi industri kehutanan harus distop (moratorium) . Hal ini dilakukukan untuk mempertahankan kualitas lingkungan di Kalimantan Tengah dan mempertahankan yang tersisa


Kebijakan-kebijakan pemerintah yang mengakui kelola rakyat

pemerintah harus mendorong dan mendukung masyarakat untuk mengelola hutannya secara arif berdasarkan kearifan local, upaya peningkatan kapasitas masyarakat tentang hak dan kewajibannya atas pengelolaan sumber daya alam harus lebih transparan. Khususnya untuk masyarakat Kalimantan Tengah yang berpegang teguh pada hukum adat dan menjunjung tinggi keberadaan hutan adat, namun sampai saat ini belum ada kebijakan yang mendukung keberadaan hutan adat tersebut.


Penegakan hukum lingkungan

Menyeret ke meja hijau para pelaku tindak pelanggar hukum seperti perusahan pemegang ijin kuasa pertambangan yang jelas-jelas melakukan pelanggaran hukum karena tidak mengantongi ijin pinjam kawasan hutan dari menteri kehutanan [pelanggaran terhadap UU No.41/1999 tentang Kehutanan], perkebunan besar swasta yang beroperasi di kawasan gambut tebal diatas 3 meter, HPH yang melakukan penebangan diluar blok, luar RKT.

Palangka Raya, 28 Desember 2008

Walhi Kalimantan Tengah





Satriadi

Direktur Eksekutif




Alamat

Sekretariat Eksekutif Daerah WALHI Kalimantan Tengah

Jl. Cik Ditiro No. 16 Palangka Raya

Kalimantan Tengah

Telp./Fax. 0536 3226437 / 3238382

e-mail ; kalteng@walhi. or.id

;;