Selamat Datang Di Blogger AHMADI unTUk bUMI.....
Seraya Berucap....
Selamat Pagi bUMI.....
Aku Ada Karena Kau Ada....
Wahai Calon Pemimpin Besar.... Bersahabatlah Engkau Dengan Malam Dan Siang..... Karena Apapun Yang Engkau Miliki hari Ini.... Tidak Akan Cukup Untuk Mengubah Dunia..... Apalagi Melukis Langit Dengan Indah.....
Salam juang kawan!
Saudara ku, apa kabarmu sekarang, apakah aksi - aksi penentangan terhadap keputusan pemerintah masih jalan di sini, dikotamu ini, yach walaupun sepi aku percaya bila di hatimu tak pernah padam rasa rindu kepada keadilan. Dalam surat ku kali ini aku ingin berbincang dengan cukup banyak kata, semoga kau tak bosan untuk membacanya.
Kalimat diatas merupakan salah satu dari tiga ratus empat puluh satu email yang dikirim kawan-kawanku dari beberapa daerah, jika membacanya sekali lagi aku menjadi terdiam seakan mengenang lintasan perjalanku sebagai bagian dari sisi kehidupan ku dalam gerakan mahasiswa.
Setelah beberapa saat hal itu, membuatku sadar bahwa saat ini tentunya kawan - kawan yang menamakan diri sebagai bagian gerakan mahasiswa bisa tersenyum "simpul" melihat keberhasilan - keberhasilan tersebut.
Hebat......., salut buat SBY-Kalla !!!., salut juga untuk gerakan mahasiswa.....
Ya,... mungkin hanya itu yang dapat aku katakan saat ini.
Aku bahkan menjadi teringat pada sebuah pertanyaan seorang kawan menjelang rapat mempersiapkan aksi menolak kenaikan harga BBM, setahun silam, dia bertanya “ Apa yang kita lakukan bila perjuangan ini tidak berhasil? bukti kegagalan aksi mahasiswa seperti ini sudah ada, dari jamannya Mega, sampai pada aksi menolak keputusan (bukan kebijakan karena tidak bijak) SBY untuk menaikan harga BBM dan aksi - aksi penentangan lainnya”. Malam itu aku cuma jawab kita lakukan saja dahulu, masalah hasil hanya waktu yang akan menjawab, aksi yang kita susun harus berbeda dengan aksi sebelumnya, misalnya kita targetkan chaos bentrok dengan aparat atau yang lainnya.
“Tempo lalu kau bilang bila aksi demonstrasi yang kita lakukan itu tidak efektif lagi” sanggah seorang kawan. “Menurutku aksi jalanan bukan tidak efektif, tapi karena selama ini aksi-aksi yang dilakukan teramat sangat kecil jadi tidak mungkin direken (didengar) oleh si penguasa” jawab ku lagi. Jangan lupa, SBY itu figur populis yang dipilih dengan pemilu yang paling demokratis selama ini di Indonesia, 61% pemilih Pilpres kemarin aku kira yang membuat pemerintah begitu pede menghadapi demo-demo 'kecil - kecilan' itu.
“Aku kira kau tak lupa pada statemen SBY menjelang kecerobohannya menaikkan harga BBM kemarin” ku sedikit mengingatkan: "Silahkan demo saya kalau keputusan saya salah..." kata SBY. Ughh....Betapa kita sebenarnya ditantang oleh SBY.
Dan, kalau kawan – kawan yang lain tahu..SBY sempat keder juga ketika digertak 15 ribu orang akan merangsek ke istana....dan benar ketika istana dikepung (meskipun tak sampai 5 ribu orang) SBY 'agak' ketakutan... "Saya sedih kenapa saya dianggap menyengsarakan rakyat," kata dia saat di Surabaya mengomentari aksi-aksi besar serentak di beberapa daerah. Kau tau komentarku kawan, saat itu kubilang kepada kawan – kawan disini “kalau Presidennya saja sedih apalagi rakyat nya lebih dari sedih, bahkan rakyat kini sudah menangis meraung-raung sampai tak bersuara lagi, karena beratnya menanggung beban hidup misalnya kenaikan harga BBM”
Aku kira SBY tidak akan melihat bahkan melirik kalau aksi-aksi kita tidak sekaligus massif.. Menurut perhitunganku minimal 20 ribu orang membuat macet istana sudah cukup untuk membuat bergaining dengan penguasa. Kalau cuma 10 atau 15 orang paling-paling cuma capek kepanasan.
Soo....
Mari berhimpun, tumbangkan kedzaliman. Jangan naif jangan konyol, setiap pilihan kita adalah aksi politik. Kenapa harus ragu berpolitik? Biar yang demo-demo dituduh ditunggangi kelompok politik, tapi itu kan karena kita tidak berfikir kalau ini memang benar - benar gerakan politis. Kacuali kalian memang berniat turun karena dibayar. Itu soal lain. Aku sepakat dengan pendapatmu sebelumnya itu saudara ku.
Ada hal lain yang harus kita ingat, gerakan politik hanya bisa disatukan kalau ada Common Enemy. Itu bos, jadi biarpun akan banyak orang berlatar belakang politik macem - macem asal kepentingan sama..why not ?........
Dan lagi.......Menurutku, aksi ke jalan (ekstraparlementer) adalah satu-satunya jalan dan cara untuk mengingatkan kedzoliman pemimpin kita saat ini. Karena (bukan omong kosong) parlemen kita tidak bisa diharapkan lagi. mereka sudah terlalu lembek dengan kontrol dari fraaksi-fraksinya.
Lihat saja betapa pertunjukan serba absurd dan sifat anomalitas Yang Terhormat Anggota Dewan itu..."Ini politik, bos," ucap Rama Pratama si tetunggul mahasiswa era reformasi itu sambil terkekeh membuat justifikasi pilihan fraksinya meloloskan kenaikan BBM.
Soo...
Jangan harapkan lagi keterwakilan. Wakili dirimu sendiri.
Kawan sampai saat ini aku masih teringat sms seorang teman yang ada di Jogja dia bilang saat detik - detik menuju jam disiarkannya harga BBM yang naik “tepatnya diDPRD DIY, disatu pusat keramaian, mahasiswa berteriak menunjukkan kepada masyarakat pedagang kaki lima, bahwa kita tidak hanya membela hak diri sendiri tetapi juga rakyat disekitar, tetapi yang terlihat seperti sebuah tontonan yang mulai melemah akibat kehabisan energi setelah seharian beraksi”. Begitu juga kami disini kawan, aku sendiri bersama kawan kawan disini satu minggu setelah kenaikan harga BBM, rasanya masih ingin turun kejalan membawa kawan-kawan mahasiswa Palangkaraya menentang kebijakan gila itu, tapi mereka kelelahan sekaligus seolah patah semangat enggan aksi karena mungkin saat ini puasa telah dimulai, hanya itu jawaban sms untuknya setelah satu minggu tak kunjung kubalas.
Kau tahu sampai kukatakan “sungguh ironi gerakan mahasiswa seolah mati”, “tapi tidak !” kata kawan PMKRI dan HMI dengan lantang kepada ku diwaktu kami berdiskusi di sebuah cafe tenda di kawasan terkenal yos sudarso dengan secangkir coffe panas pada saat malam mulai mendingin..
Aku ingin bertanya padamu kawan, di era yang serba multi privatisasi, diera semakin susahnya bersekolah untuk kaum miskin, bagaimana cara mengajak 20.000 sampai 100.000 massa ideologis, dari rakyat kita??.
Kau tahu yang ada di kepalaku saat ini bahwa rakyat kebayakan akan berfikir 100x lipat untuk mengikuti hal tersebut, karena pernah ada dan rasanya sakit berdarah - darah, pemerkosaan, penjarahan, kondisi yang chaos!!
Berteriak 1, 7, 100, 20.000 orang, bahkan membunuh diri sendiri, selama sadar dan yakin dengan apa yang diperjuangkan merupakan kewajiban. Transformasi keseluruh rakyat bahwa ada harapan kehidupan yang lebih baik... tapi bagaimana caranya membawa yang mayoritas diam dan tertindas itu?.. kawan ku disini Moses yang katolik bilang hanya dengan Revolusi itu akan terjadi. Kutanyakan padamu haruskah revolusi??... merobohkan tirani kapitalisme dengan sistem yang lebih memihak kepada kepentingan publik?... Yach walaupun M. Sueparno punya konsep lain dari Revolusi, yakni “Revolusi Karakter Bangsa” kawan, jangan kau katakan bahwa kau belum baca bukunya ya,,, karena kita sedang mencari dan mengkaji tentang Revolusi to?!
Atau harus menunggu dana kompensasi tidak nyampe kemasyarakat, menambah daftar orang miskin akibat minyak tanah melambung sampai Rp3500, bukan hanya 1.000.000 buruh di PHK, tapi bisa jadi berlipat, menunggu rakyat yang benar - benar putus asa, sehingga tidak hanya seperti di Bali, dimana orang membunuh dirinya sendiri bahkan tiap wilayah kabupaten kita nantinya..?
Sehingga tidak hanya 20.000 atau 100.000 tetapi bisa jadi 200.000.000 lebih akan memperjuangkan haknya lewat ekstra parlementer !!!
Kenaikan harga BBM, lambannya penanganan Lumpur Lapindo adalah fakta yang tidak bisa kita pungkiri. Sementara si empunya biank asyik dengan stelan kemeja putihnya keluar masuk istana. Belum lagi tentang keberhasilan membubarkan CGI dan menggantinya dengan FKK (Forum Konsultasi kreditor) yang menurut Komandannya para abang - abang kita di Jalan Madiun (Menteng) Jakarta (Dr. Fuad Bawazier) dalam buku beliau “Republik Keluh Kesah” bahwa FKK adalah nama lain dari CGI, yang masih menunjukkan syahwatnya untuk meneruskan tradisi utang luar negeri. Marah, kecewa, bahkan kalo bisa ingin berteriak sekeras kerasnya bukan hanya di saat jauh darinya tapi di depan mata Presiden atau bahkan menurunkan SBY - Kalla, yang telah mengorbankan kepentingan rakyatnya. Namun menurutku ada hikmah yang harus diambil dari proses kenaikan BBM itu. Paling tidak kita menjadi sadar bahwa kebijakan energi di Indonesia sangat bermasalah. mulai dari korupsi dan in-efisiensi di tubuh Pertamina, posisi pemain asing dalam industri minyak, tidak adanya dana untuk eksplorasi minyak baru (ingat bung ...!!!, cadangan minyak Indonesia tidak lebih dari 25 tahun lagi), ya kalaupun ada yang lebih lama dari itu sudah dijual ke “bule”kan?,,, mekanisme ekspor-impor minyak, pemborosan energi bahan bakar pada sektor transportasi, pemborosan BBM untuk tenaga listrik, gas alam dan batu bara yang belum dimanfaatkan secara optimal, belum lagi usaha-usaha pengembangan energi alternatif.
Kita semua sepakat kenaikan harga BBM bagaimanapun harus ditentang, namun aku pikir amat strategis jika HMI organisasi kita, atau bahkan seluruh mahasiswa di tanah air ini, mampu merumuskan sebuah draft kebijakan energi nasional secara menyeluruh, untuk mencukupi kebutuhan energi nasional untuk sepuluh, dua puluh, lima puluh, seratus, seribu tahun kedepan. Namun yang jadi persoalan mampukah HMI.. mampukah mahasiswa??. Mengingat selama ini gerakan mahasiswa berhenti pada aksi penolakan, kemudian melemah seiring berjalannya waktu, kemudian menunggu moment untuk bangkit kembali.
Aku pikir kita akan menjadi garda depan gerakan mahasiswa, jika kita mampu merumuskan kebijakan - kebijakan yang sifatnya jangka panjang, tidak hanya sekedar menolak.
Kawan ….
Belakangan seorang kawan ku disini berkata jangan terlalu ngurusi negara, urus saja kampusmu yang sepertinya tidak punya pimpinan itu. Huh… kesal sekali bila kuingat itu, bagaimana tidak! selama ini kau tahu bila kampusku itu kekurangannya di sana - sini mulai administrasi, waktu perkuliahan lambat, dosen yang mangkir, dosen main proyek, gedung laboratoriumku yang bocor bila aku kuliah saat hujan, belum lagi WC – WCnya yang buntu dan baunya seabrek – abrek, hingga sampai dengan masalah tembok penutup jalan kekampus yang padahal adalah kewenangan pihak kampus untuk itu.
Kondisi kampusku Tentu beda dengan kampusmu disini.
Aku sadar Kita tidak akan lepas dari masalah politik nasional karena kita juga anak bangsa di Republik ini.
Nah kalo sudah begini aku teringat lagi pada saat aku hadir dalam sebuah acara pelatikan pengurus & Pelatihan Jurnalistik dasar LAPMI HMI Cabang Pontianak Jum’at 31 Agust – 02 Sept 2007 lalu, yang dibuka oleh Walikota Pontianak Dr. Buharie A Rahman Yang sempat menarik perhartian ku adalah; dalam sambutan beliau (jum’at 31 Agustus itu) berliau berkata “saya bingung dengan kalian sekarang, kadang sok tahu, baru dapat mata kuliah MKDU (Mata Kuliah Dasar Umum) tentang kewiraan 2 SKS saja sudah berani bicara tentang kehidupan berkebangsaan, sosial kemasyarakatan nasional, belajar dulu, jangan ngawur”. Memang sebagai seorang alumni yang nasehati adenya mungkin itu bolehlah benarkan, tapi apakah itu bukan sebuah tantangan atau malah cara pikir yang cukup kerdil. Entah hal ini disadari ataupun tidak oleh semua yang hadir pada saat itu, aku yang saat itu tengah duduk bersandar diatas sebuah sofa hitam, lembut yang memiliki sandaran sampai kekepala hanya tersenyum sumringah dangan tangan menopang dagu.
Memang terlalu jauh kita memikirkan masyarakat kita jika dinamisasi masyarakat kampus kita sendiri tidak bisa berjalan. Pernah aku pikir untuk merubah kehidupan negara kita lakukan hal yang sederhana saja. seperti Kuliah baik-baik dapatkan prestasi yang baik. Lulus jadilah uasahawan baru nan kecil namun punya pola usaha yang berpihak dan tidak menindas suplier dan konsumennya. Jadilah pegawai negeri yang tidak melulu main game di kantornya atau menghitung angka tak pasti dari judi togel atau bahkan jalan – jalan ke mall. Menjadi birokrat yang memiliki cara pandang berbeda dengan birokrat lainnya. Atau jadilah ibu rumah tangga yang bisa mengajar ngaji anak - anak lingkungan sekitarnya. Atau menjadi teknokrat yang mampu mengelola satu wilayah kecil tanpa ada penggusuran. Atau menjadi dokter yang tidak memberi tarif mahal pada pasiennya. Atau menjadi arsitek yang mampu merancang rumah murah bagi rakyat indonesia. Atau menjadi ilmuwan yang mampu merancang teknologi sederhana dan alternatif bagi masyarakat kita.
Mulai dari bangku kuliah dan teman kuliah aku pikir itu agak muluk - muluk kecuali kita memang kalah dalam dunia kita sendiri, dunia mahasiswa.
Kau pasti tersenyum dengan kata-kataku diatas, tapi aku ingat hasil sebuah diskusiku dengan seorang kawan dari HMI Cabang Bandung satu tahun yang lalu, (sorry Aku saat itu tidak sempat mengunjungi ente kawan) ada tiga tipe mahasiwa ikut pergerakan.
Pertama; Beraktualisasi. ia mengaktualisasikan apa yang ia dapatkan dari ingkungan keluarga dan lingkungan kampusnya pada dunia gerakan.
Kedua; Belajar. ia belajar untuk mendapatkan segala sesuatu yang dinilai baik dari dunia gerakan mahasiswa
Ketiga; Pelarian. ia melarikan diri dari segala masalah dikampusnya, dikeluarganya (seperti perselingkuhan ibunya atau bapaknya yang di penjara karena korupsi) atau diri Kostnya, untuk hidup baru didunia yang baru. tanpa ide tanpa sumbangsih dengan banyak masalah.
Kawan pertanyaan terakhir untukmu adalah bagaimana sikap dan pemikiranmu terhadap kondisi saat ini? aku sendiri punya dua hal yang mungkin bisa dijadikan bahan diskusi kita selanjutnya.
Pertama, untuk membuat Draft kebijakan energi nasional secara menyeluruh, untuk mencukupi kebutuhan energi nasional untuk
sepuluh, dua puluh, lima puluh, seratus, seribu tahun kedepan. Kedua; Soal kemampuan HMI ataupun kalangan mahasiswa lain untuk membuat draft tersebut jangan kau tanyakan kawan. Meski kita tak lupa bila selama ini gerakan mahasiswa termasuk HMI berhenti pada aksi penolakan, kemudian melemah seiring berjalannya waktu, kemudian menunggu moment untuk bangkit kembali.
Menurutku, bila mempertanyakan kemampuan mahasiswa bahwa apa yang bisa perbuat? toh BBM pasti naik lagi sepertinya kawan?.. ya walaupun itu merupakan sikap pesimis yang harus dibuang jauh - jauh dari semangat perubahan kita. Karena hal itu jelas menghambat Perubahan. Bukankah mahasiswa terkenal dengan agen perubahan “The Agent of Change!!!
So...., Kita harus yakin dan percaya diri dengan kemampuan kita. Bukankah sudah terbukti bahwa mahasiswa mampu melawan kediktatoran Orde Baru, walaupun reformasi yang kita rasakan saat ini adalah reformasi setengah hati dan mengecewakan kalangan mahasiswa (ini aku refleksikan dari sikap kita dalam moment mengenang reformasi dari tahun – ketahun)
Pemikiran tentang bagaimana merumuskan kebijakan kompensasi yang cuma Rp 100.000/bulan itu tidak hanya berupa pembagian uang saja yang sangat tidak mendidik, sekaligus cenderung alat legitimasi bagi pemeriantah (money politik) pada rakyat miskin.
Mengingat penderitaan rakyat yang dalam hal ini sebagai korban dari kebijakan pemerintah yang tidak populis. Sekali lagi yang penting adalah keyakinan kita untuk merubah sesuatu yang tidak adil, sesuatu yang tidak pada tempatnya.
Minimnya partisipasi dari rakyat yang kita bela, dan ketidak pedulian pemerintah terhadap aksi - aksi kita. Itu terlepas dari niatan kita yang menginginkan adanya popularitas, menjadi terkenal, dengan diliput media massa. Kemudian pemikiran untuk menjadi mahasiswa yang baik. Kuliah, belajar baik-baik bangun pagi, berangkat kuliah, masuk kuliah, lalu keluar, masuk lagi, pulang, mengerjakan tugas – tugas, sore kongko – kongko dipinggir jalan/mall, malam nonton sinetron, lalu mengerjakan tugas – tugas kuliah lagi, tidur, besok terulang lagi dan begitulah seterusnya. Untuk kemudian menerapkan ilmu kita pada masyarakat, (Allahuallam). Adalah realitas yang menurutku yaitu hasil dari sebuah konstruksi sosial yang masih sulit untuk kita lawan kawan. Bagaimana menurutmu ?
Yang jelas mahasiswa harus tetap bergerak, diam tertindas atau bersatu dan berjuang dengan satu kata LAWAN !!
Mungkin terlalu agak Idealis kata - kataku tadi.
Adalah hal yang perlu kita ingat, bila Romo Mangun sudah menerapkan itu, meskipun dia bukan aktivis HMI, PMII, BEM maupun GMNI apalagi GMKI. Dia belajar arsitektur dan menerapkan ilmunya itu untuk masyarakat kali code yang nyaris juga tergusur.
Diakhir rangkaian kata - kataku aku berpendapat, bahwa saat ini tinggal kemauan kita untuk berubah. Jika sudah ada kemauan, pasti ada jalan, Tuhan tidak akan merubah nasib kita selain kita sendiri yang merubahnya dan Tuhan tidak akan membiarkan sendirian umat yang berjuang dijalanNYA.
YAKIN USAHA SAMPAI
AGENT OF CHANGE DAN AGENT OF CONTROL *)
0 komentar Diposting oleh bang_ Ahmadi_ N' friend's di 10.58(Mahasiswa Diantara Kewajiban; Keluarga, Masyarakat dan Negara VS Realitas Kebangsaan)
M. AHMADI
MAHASISWA dalam pengertian yang begitu luas, disamping arti yang mudah ditafsikan, sebagai kelompok yang sedang menuntut ilmu, juga merupakan bagian dari kelompok masyarakat, tentu memiliki nilai - nilai dasar dalam paradigma berpikir meliputi keilmuan yang universal, objektif terhadap keadaan, dan teologi. Tanpa melepaskan aspek – aspek sosial kebudayaan kebangsaan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, keadilan dan ke Tuhanan. Dengan berlandaskan kepada kebebasan berpikir dan berkarya. Dengan selalu memperhatikan efesiansi, efektivitas, produktivitas dan transparansi.
Sebagai bagian dari kelompok masyarakat yang cendrung intelek, mahasiswa selalu memiliki peran yang begitu penting didalam setiap derap langkah perkembangan bangsa. Dan sejarah telah mencatat hal ini dengan tintah emas.
Peran ujung tombak perjuangan kerakyatan, mahasiswa harus mampu menjawab dan mengahadapi dinamika internal dan eksternal, yang ada pada dirinya dengan selalu meningkatkan wawasan kebangsaan, dengan terus lahirkan nafas perjuangan terhadap rakyat dan kebangsaan di dalam kampus sebagai basicnya. Karena kepedulian mahasiswa terhadap masa depan bangsa dan negara wajib hukumnya.
Dinamika politik yang bersifat lokal maupun nasional ketika telah banyak mengabaikan hal - hal yang bersifat kerakyatan harus mampu dicermati oleh mahasiswa, sehingga setiap penyimpangan terhadap tujuan penyelenggaraan berbangsa dan bernegara dapat dikritisi. Karena yang sangat perlu dipahami bahwa kelompok mahasiswa bukan hanya berstatus Agent Of Change (agen perubah) tapi mereka juga sebagai Agent Of Contol (agen control) yang tentunya harus mampu menjawab tantangan – tantangan masa depan bangsa didalam perannya sebagai mahasiswa.
Disamping hal lain, yang tidak kalah pentingnya untuk di cermati, tentu membuat kelompok mahasiswa harus mampu membuat trobosan – trobosan kritis dan teoritis.
Jadi idealnya gerakan mahasiswa harus selalu ada dan tidak boleh berhenti, sehingga diharapkan Ciri gerakan mahasiswa baik sebagai agent of change maupun agent of control tetap sebagai motor dan katalisator untuk mewujudkan cita – cita mulia berbangsa dan bernegara. Dengan selalu manyadari bahwa APA YANG TERJADI,
Dalam terapannya, peran ideal inilah yang jauh dari harapan. Betapa tidak, peran perguruan tinggi sebagai wadah yang diharapkan mampu menciptakan kaum intelektual tidak penah berperan maksimal. Hadirnya NKK – BKK yang lebih kita kenal dengan istilah normalisasi kehidupan kampus, harus diakuai tak ubahnya sebagai “candu” yang disuguhkan pada mahasiswa. Perlahan namun pasti, telah menggerogoti nilai – nilai intelektual kaum terpelajar. Terciptanya sebuah rutinitas bangun pagi, berangkat kuliah, masuk kuliah, lalu keluar, masuk lagi, pulang, mengerjakan tugas – tugas, sore kongko – kongko dipinggir jalan, malam nonton sinetron, lalu mengerjakan tugas – tugas kuliah lagi, tidur, besok terulang lagi. Merupakan langkah jitu untuk menciptakan mahasiswa menjadi kelompok “bebek – bebek” bangsa yang manut dan nurut hingga nantinya bukan menjadi pencipta, tapi justru pencari.
Nilai – nilai intelenjensi yang didasari prinsif – prinsif kreatif, inovatif dan imajiner nyaris menghilang pada kaum intelektual, sementara kelompok pendidik yang lebih cenderung berperan sebagai “dewa palsu” selalu siap menghukum dengan bolpoin bila mahasiswa melawan, pola berpikir kerdil dan naif tercermin jelas dalam setiap tindak tanduknya, salah satu hal yang patut dicermati misalnya bagaimana mahasiswa bahasa inggris universitas palangkaraya beberapa waktu lalu melakukan perlawanan terhadap mahalnya biaya skripsi, kemudian merasa tertekan hingga akhirnya mereka harus meminta maaf kepada sang “dewa palsu” didepan publik, tidak selesai sampai disitu, sampai sekarang masih saja terdengar keluhan – keluhan kelompok manut dan nurut yang sempat melawan saat itu kini hanya mengharap kasian pada mereka yang bisa dan bersedia memberikan bimbingan konsultasi skripsi.
Sementara “candu” terus saja mengikat dan membuat kaum terpelajar untuk menjadi “bebek – bebek” yang nurut dan manut, lalu dewasa ini muncul lagi “hantu” baru yang begitu menakutkan pada perguruan tinggi perguruan tinggi dinegeri ini.
Privatisasi pendidikan yang dilegitimasi dengan UU sisdinas No. 20 tahun 2003, UU BHMN tahun 2000 dan RUU BHPMN merupakan “hantu” menakutkan dunia pendidikan kita, alasan pemerintah belum mempunyai dana pendidikan yang cukup untuk menjamin setiap warga negaranya memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu. Padahal dalam UUD 1945 jelas mengatur tetang kewajiban negara untuk memberikan pendidikan yang layak dan bermutu. Perlu dingat keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan pemerintah untuk lepas dari tanggung jawab. Faktanya kebijakan pemeritah tersebut berimplikasi buruk bagi pendidikan, beberapa Peguruan Tinggi PT tengah berlomba untuk mempersiapkan diri untuk bisa siap di BHPMN, dengan demikian biaya pendidikan mengalami kenaikan yang luar biasa. Ambil contoh Universitas Indonesia (UI) mengalami kenaikan biaya pendidikan sangat tinggi sementara kualitas out put menurun. Lain hal di UGM, disamping ongkos kuliah yang melonjak, malah banyak membuka program – progam diploma. Hingga yang ada dikepala kelompok terpelajar adalah bagaimana bisa menyelesaikan studinya secepat mungkin.
Apa jadinya jika sebagian besar kaum terpelajar yang kelak akan duduk dan pemimpin bangsa ini yang akan menentukan arah bangsa kedepan??,,, tengah teraucuni dengan “candu” dan selalu dihantui oleh “hantu – hantu ” pemeritah.
Gambaran singkatnya adalah; kaum terpelajar “dicengkoki” dengan “candu” (padatnya waktu dan tugas kuliah untuk mengejar SKS imbas NKK - BKK), dengan selalu tunduk dan siap ditindas oleh sang “dewa palsu” tidak peduli benar atau salah, disis lain, selalu dihantui oleh rasa untuk secapat mungkin selesai, karena mahalnya biaya pendidikan.
Dengan demikan kampus bukan lagi rumah tempat anak bangsa untuk menimba ilmu untuk mampu membuat sebuah rekayasa kehidupan sosial bernegara dimasa yang akan datang, namun tak ubahnya “neraka” yang begitu panas dan gerah untuk berlama – lama didalamnya, hingga semuanya harus dijalani sesingkat mungkin dan instan. “yang penting aku cepat selesai dan cepat jadi sarjana” walaupun sarjana “bebek”.
Dalam tataran idealnya mahasiswa memang selalu disuguhkan pada rekayasa bepikir yang komplek, kewajiban untuk memikirkan dan memberikan pehatian pada kesemuanyalah yang membuat mahasiswa mampu memberikan warna tersendiri dalam setiap proses keberlangsungan bangsa. Dengan selalu menjunjung tinggi nurani diatas segalanya. Sehingga status Agent Of Change (agen perubah) dan atau sebagai Agent Of Contol (agen control) dapat berjalan sesuai dengan alurnya.
Disisi lain, Disintegrasi bangsa; Kemiskinan; Pengangguran dan Keterbelakangan; Krisis sumber daya alam; Krisis moral dan tata nilai adalah merupakan sebagian kecil permasalahan bangsa yang harus sesegera mungkin untuk dicarikan penyelesaiannya, misalnya saja dengan kembali :
¨ Membangun homogenitas bangsa dengan menciptakan kembali persatuan dan kesatuan bangsa.
¨ Menghayati dan sosialisasikan kembali pancasila dan uud-1945 pada seluruh masyarakat bangsa.
Jika hal ini tidak sesegera mungkin digerakan, maka kita akan terpecah belah dan pihak asing akan mengambil keuntungan dari segalanya. Lantas kapan lagi mahasiswa harus berperan.
Dialog terbuka awal tahun
“Menggugat Peran Mahasiswa Dalam Mengawal Proses Pembanguan”
15 januari 2007
PARADIGMA BARU TENTARA NASIONAL INDONESIA
0 komentar Diposting oleh bang_ Ahmadi_ N' friend's di 10.52(Kado Ulang Tahun Untuk Tentara Nasional Indonesia yang ke-62)
M. a h m a d i *)
Angkatan bersenjata republik indonesia
Tidak berguna, diganti saja....
Diganti menwa, ya sama saja...
Lebih baik diganti pramuka.......
** Naik bis kota ga pernah bayar
Apalagi makan diwarung tegal...
Suka gebukin anak orang
Tukang tembaki demonstran.......
TNI sebagai ujung tombak bela negara tentu harus bisa berperan profesional dan proporsiaonal, sebagaimana tugas pokok bagi TNI: Pertama, mendukung dan mengamankan kepentingan nasional; Kedua, melindungi dan mempertahankan integritas wilayah nasional dari tindakan agresi pihak lawan; Ketiga, mencegah dan mengurangi dampak kerusakan wilayah sebagai akibat dari tindakan musuh; Keempat, memenuhi kewajiban- kewajiban Internasional. jika Jendral Sudirman pernah berkata bahwa “satu – satunya hak milik bangsa yang tetap utuh dan tidak berubah adalah TNI” hendaknya dapat diperankan secara maksimal dengan tidak terlibat atau tepecah oleh kepentingan – kepentingan kelompok dan sesaat. namun berlahan – lahan pemaknaan dari perkataan Panglima Besar tersebut membias, netralitas TNI secara institusi mulai diarahkan pada ranah politik praktis oleh petinggi TNI dan kelompok yang ingin memanfaatkan TNI, disisi lain individu – individu kecil di tubuh TNI dengan bahasa yang lazim “oknum” bermain di bagian pengamanan yang berbeda, yang tak ubahnya “anjing penjaga” untuk harta si “A”.
Yang tak kalah lebih menarik pada tubuh TNI adalah terciptanya stima politik berupa ruang yang begitu besar yang dimiliki oleh petinggi TNI dan purna TNI. Kepentingan politik kekuasaan dari partai – partai politik cenderung mengalokasikan ruang khusus bagi TNI, dengan orientasi eks TNI bahkan TNI aktif yang dianggap punya basic massa/berpengaruh dan mampu mambawa roda partai kearah yang makin berkuasa. Belum merasa puas dengan pemberian ruang tersebut, kini beberapa kalangan elit maupun petinggi TNI itu sendiri mulai membuka ruang untuk hak politik TNI yang salah satunya berhak memilih dan dipilih. Andaikata TNI diikutsertakan dalam pemilu dan menggunakan hak pilih TNI yang utuh, terkomando dan terorganisir dengan moncong senjata ditangan apa yang akan terjadi?, itu pun jika hanya ada satu komando bagaimana jika ada dua atau lebih tentu keutuhan TNI akan pecah dan terpolarisasi hingga yang terjadi adalah Jendral mana yang paling banyak prajuritnya.
Bagaimana dengan bidang bisnis TNI??
Menelusuri bidang bisnis TNI di Indonesia sama halnya dengan membongkar rumah TNI itu sendiri, secara nyata keberadaan institusi TNI Indonesia sejak awalnya tidak bisa lepas dari keberadaan bisnis TNI itu sendiri. Mengingat TNI pada masa grilirya memiliki kemampuan dan mengelola pendanaan sendiri dengan peran gandanya sebagai kekuatan TNI dan kekuatan politik. Meskipun kemudian diberlakukan sistem kebijakan penetapan anggaran TNI sebagai bagian dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), namun disayangkan bisnis TNI tidak berhenti dengan sendirinya, dalih minimnya alokasi dana dari negara untuk TNI dijadikan legitimasi untuk praktek – praktek bisnis TNI tersebut.
Pada dasarnya bisnis TNI ada dalam berbagai bentuk, level, keterlibatan dan bidang adalah hal yang mudah ditemukan diberbagai tempat diindonesia dan diketahui umum. Persoalannya banyak yang menganggap bahwa hal itu adalah hal yangt biasa dan bisa ditolelir. Tidak banyak yang menilai secara kritis bahwa hal tersebut bertentangan dengan tugas dan fungsi utama TNI dan mengakibatkan hilangnya profesionalisme TNI. Sementata persoalan lain yang tidak pernah dipertanyakan adalah: Kalaupun ada alasan yang membenarkan prakltek bisnis TNI seperti minimnya budget APBN untuk oprasional dan kebutuhan dana untuk kesejahteraan prajurit, apakah bisnis – bisnis tersebut dilaksanakan secara fair??, akuntabel?? dan sesuai dengan alasan pembenaran bisnis TNI??.
Memang, masa transisi ditubuh TNI terus berevolusi, dimana kritikan terhadap TNI masih terus berlangsung, ditengah bangsa ini sedang berada euphoria kebebasan atau bahkan kebablasan. TNI masi mencari – cari bentuk pengabdian yang paling relevan sesuai dengan peran TNI berdasarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia nomor VII/MPR/2000 sebagai alat negara dalam fungsi pertahanan negara, disamping itu juga TNI harus menyadari bahwa bangsa ini pun tengah berevolusi untuk mencari bentuk tatanan Indonesia yang ideal demokratis dan modern. Dengan demikian TNI dalam evolusinya mampu lebih profesional dalam pelaksanaan perannya dengan selalu memperhatikan perubahan hal – hal sebagai berikut:
1. Diperlukannya redefenisi, reposisi dan reaktualisasi yang lebih kongkrit ditubuh TNI terkait peran, fungsi dan tugas TNI dimasa mendatang.
2. Segera meninggalkan pola – pola lama mempengaruhi dan menakut – nakuti dengan bahasa seragam dan senjata.
3. TNI tidak lagi terlibat dalam politik praktis dengan menjaga komitmen dan kosistensi sikap netralitas TNI pada pemilu.
4. TNI sebagai institusi alat negara haruslah kuat dan berdaya, dengan demikin menjalankan fungsi pemeliharaan keamanan dan pertahanan negara TNI harus diletakan dan meletakan diri pada posisi yang ideal-normatif, keterlibatan TNI dalam mendirikan atau menjadi beking kegiatan bisnis untuk menyalah gunakan wewenang dan tugas pokonya harus dihapuskan agar TNI kuat secara institusional, bukan menjadi “penguasa bayangan” dengan menjadikan “negara dalam negara”.
5. Perlunya melakukan evaluasi terhadap strutur komando terotorial dan efektifitas penempatan aparat TNI di wilayah konflik dan perbatasan yang telah terkontaminasi dengan kepentingan – kepentingan bisnis.
6. Pemerintah perlu melakukan penyelidikan terhadap pola bisnis, motif bisnis dan keuntungan bisnis yang selama ini diperoleh TNI, hal ini penting untuk melihat level keterlibatan aktor – aktor yang korup yang berpotensi melakukan manipulasi, termasuk penyalah gunaan wewenang dan tugas pokonya.
7. Rekonsiliasi di internal TNI itu memang positif, tapi bukan berarti rekonsiliasi itu menghapus dosa – dosa petinggi TNI telah lalu, yang telah banyak melakukan pertumpahan darah anak bangsa dinegri ini, rekonsiliasi untuk perbaikan TNI dengan selalu menjunjung tinggi nilai keadilan dan kebenaran, bukan malah melakukan perlindungan pada “penjahat berpangkat” dengan dalih nama baik seragam.
Pasca reformasi 1998, yang dapat dianalogikan indonesia ibarat sebuah negara kepulauan yang ditempatkan diatas sebuah meja kerja, yang selama 32 tahun meja kerja itu mutlak dalam pengawasan sang mantan jendral yang biasa dikenal rezim Soeharto, namun tiba – tiba “musibah” (gempa) bagi Soeharto datang, mendadak semua bangunan rancangan mantan jendral diatas meja itu berantakan dan berjatuhan ketanah, properti dan semua aksesorisnya pun berantakan berjatuhan, celakanya adalah pasca gempa tersebut ternyata terlalu banyak mengundang perhatian orang – orang yang kemudian berebut untuk segera ambil peranan untuk menyusun dan membangun kembali bangunan yang bernama Indonesia, dengan mesing – masing “kepala” tampil dan berkata akulah “sang bima”.
Hal ini perlu diwaspadai bagi umat bangsa ini, sebab bukanlah hal yang tidak mungkin, jika situasi ini tidak kunjung “baik”, maka bersiap – siaplah bangkitnya para serdadu untuk mengambil peranan dengan satu alasan untuk negara dan demi negara.